Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Jangan HAM Orang Biadab Kau Bela, Nanti "Diketawain" Kodok

Kompas.com - 31/05/2016, 16:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, mengkritik pihak yang menentang peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Menurut Ruhut, pihak-pihak yang menentang perppu tersebut mesti melihat dari sisi hak asasi korban yang telah direnggut oleh pelaku kejahatan seksual.

Bukan sebaliknya, pelaku malah dibela atas alasan menjaga hak asasi manusianya.

"Orang sesadis itu kalian bicara HAM. Kalau saya enggak. Mesti bisa membedakan mana itu HAM, mana itu perbuatan biadab. Jangan orang biadab kau bela HAM-nya. Nanti diketawain kodok," ujar Ruhut di Auditorium Universitas Padjadjaran Bandung, Selasa (31/5/2016), menyikapi hukuman kebiri.

(Baca: PBNU Tak Setuju Hukuman Kebiri untuk Pelaku Kejahatan Seksual)

Ruhut mengatakan, aparat penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim tak perlu ragu dalam menetapkan pasal pidana bagi pelaku kejahatan seksual.

Menurut dia, aparat harus menjadikan perppu tersebut sebagai acuan utama, mulai dari hukuman maksimal selama 20 tahun penjara, pemberatan hukuman berupa kebiri kimiawi, dan pemasangan cip bagi pelaku hingga hukuman tambahan berupa diumumkannya nama pelaku di depan masyarakat. Ruhut yakin perppu itu memberi efek jera.

Di sisi lain, Ruhut mengkritik DPR yang dianggapnya lamban dalam memproduksi undang-undang, khususnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

(Baca: Demi Korban, KPAI Minta Tidak Ada Lagi Polemik Perppu Kebiri)

"Kalau menunggu (RUU Penghapusan Kekerasan Seksual), kebetulan kami sedang merancangnya, aduh, lama sekali itu pasti. Paling cepat enam bulan, sementara setiap minggu sudah ada kejadian. Makanya, Presiden dengan perppu itu sudah hal yang paling baik," ujar Ruhut.

Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(baca: Bagaimana Penerapan Hukuman Kebiri? Ini Penjelasan Pemerintah)

Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. (Baca: Ini Isi Lengkap Perppu Kebiri)

Hukuman tambahan ini menyasar pelaku kejahatan seksual berulang, beramai-ramai, dan paedofil atau terhadap anak di bawah umur. Perppu itu nantinya disampaikan ke DPR untuk dikaji kembali.

Kompas TV DPR Bahas Perppu Kebiri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com