JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya Presiden Joko Widodo membangun koalisi besar dinilai dapat memperlemah bangunan sistem presidensial di Indonesia.
Koalisi besar itu dapat terbangun terutama jika Jokowi mengakomodasi tambahan dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar ke dalam Kabinet Kerja.
Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, langkah tersebut justru membuka celah bagi partai politik (parpol) untuk membuat gaduh kabinet saat kebijakan yang dikeluarkan Presiden bertentangan dengan kepentingan partai pendukung.
"Terkadang yang membuat sistem presidensial itu lemah ya, perilaku Presiden sendiri yang tidak yakin dengan membangun koalisi besar," kata Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/5/2016).
"Padahal, penentuan menteri itu sepenuhnya wewenang presiden dalam sistem presidensial," ujarnya.
Ramlan pun mengatakan, dalam sistem presidensial, pertentangan antara eksekutif dan legislatif merupakan hal yang lumrah. Sebab, lembaga eksekutif dan legislatif sengaja didesain terpisah untuk menjalankan fungsi check and balances.
"Sehingga, ketika ada pertentangan dalam pembahasan undang-undang atau selainnya di DPR, dialog antara eksekutif dan legislatif dilakukan secara deliberatif, bukan transaksional," kata Ramlan.
Dia juga mengatakan, Presiden tak perlu khawatir dimakzulkan, apalagi mekanisme pemakzulan saat ini tak semudah dulu.
Mekanisme itu antara lain adanya penafsiran dari Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu terkait mosi tidak percaya yang diajukan oleh DPR.
"Proses pemakzulan sekarang cukup rumit sehingga Presiden tak perlu khawatir sehingga koalisi dibuat efektif dan efisien saja," tutur Ramlan.
Sebelumnya, beberapa partai yang memberikan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo mulai menunjukkan kegaduhan dalam penentuan jabatan penting.
Salah satunya PDI-P terkait posisi Kapolri. PDI-P bersikeras mencalonkan Wakapolri Komjen Budi Gunawan yang pernah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setelah Budi Gunawan memenangi praperadilan dan Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mendekati masa pensiun, PDI-P mendorong Budi Gunawan menjadi Kapolri.
(Baca: Dukung Budi Gunawan Jadi Kapolri, PDI-P Tolak Jabatan Badrodin Diperpanjang)
Padahal, penentuan jabatan Kapolri dalam sistem presidensial merupakan kewenangan mutlak presiden.
Ada pula manuver partai yang mencoba mempertahankan atau memasukkan kadernya ke Kabinet Kerja.
Hal ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai inkonsistensi pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia yang diakibatkan terlalu banyaknya partai. Presiden dinilai tersandera oleh kepentingan partai-partai pendukungnya.