Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Modus Korupsi Peradilan yang Kerap Dilakukan Jaringan Mafia

Kompas.com - 10/05/2016, 22:52 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya reformasi di tubuh Mahkamah Agung dinilai tak berimplikasi langsung dengan praktik jaringan mafia peradilan.

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan bahwa modus-modus korupsi di dunia peradilan belum banyak berkurang.

Hal tersebut menandakan masih ada ruang gelap yang dapat dimanfaatkan mafia peradilan untuk membajak putusan pengadilan untuk kepentingan mereka.

Salah satu anggota koalisi, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera mengatakan, reformasi di sektor yudisial sudah dilakukan sejak tahun 1999. Namun, kenyataannya tidak berdampak positif dalam membasmi maraknya mafia hukum di lembaga peradilan.

"Praktik mafia peradilan itu benar terjadi di lapangan. Ada beberapa pola atau modus yang mereka lakukan untuk mengatur jalanya perkara," ujar Bivitri saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).

Bivitri menjelaskan, ada lima modus yang kerap terjadi di dalam lingkup pengadilan. (baca: Koalisi Pemantau Peradilan Catat 27 Oknum Peradilan Terlibat Korupsi)

Dalam tahap prapersidangan, calo perkara membangun hubungan baik dengan hakim atau pegawai pengadilan dengan memberikan hadiah atau fasilitas. Tujuannya, menciptakan hutang budi ketika berperkara.

Pada tahap pendaftaran perkara pun sering ditemui adanya pungutan liar di luar ketentuan saat pendaftaran perkara dan menawarkan penggunaan jasa advokat tertentu.

Biasanya, kata Bivitri, oknum tersebut akan mengaku bisa mempercepat atau memperlambat pemeriksaan perkara. (baca: Ketua MA Dinilai Tak Punya Sikap Jelas Terkait Maraknya Mafia Peradilan)

Modus lain yang biasa terjadi, calo perkara kerap meminta pihak tertentu untuk mengatur majelis hakim pada saat penetapan majelis hakim.

Sedangkan dalam proses persidangan biasanya muncul upaya merekayasa persidangan dengan mengatur saksi, pengadaan barang bukti sampai pada mengatur putusan pengadilan.

Modus terakhir, lanjutnya, yakni pungutan liar yang diminta oleh oknum tertentu guna mempercepat atau memperlambat minutasi putusan.

(baca: Mengais Etika di dalam Peradilan Kita)

"Semua modus itu masih jamak terjadi. Penyimpangan terjadi pada saat minutasi putusan. Ini jadi cara untuk mendapatkan uang," kata Bivitri.

Bivitri menyinggung investigasi Ombudsman yang menemukan praktik percaloan di beberapa pengadilan.

Para calo menjanjikan dapat membantu para pencari keadilan dengan harga tertentu. (baca: Ombudsman: Praktik Percaloan Lembaga Peradilan Sangat Mengkhawatirkan)

Berangkat dari kenyataan tersebut, Bivitri mendesak ketua Mahkamah Agung membuat langkah strategis untuk menyikapi permasalahan korupsi yang marak terjadi di lembaga yudisial.

Langkah strategis tersebut tidak hanya dilakukan dengan membentuk tim khusus di bawah badan pengawas MA, melainkan juga bekerjasama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam memetakan jaringam mafia peradilan dan merumuskan sistem pengawasan.

Kompas TV KPK Geledah Kediaman dan Kantor Nurhadi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com