Ketika M Rivai Darus, Wakil Sekjend Partai Demokrat yang juga Ketua KNPI mengirimkan pesan pendek lewat WA, saya sedang membaca laporan Amnesty International.
"Bang Sekjend, kerja politik kita di Papua Barat sudah siap. Sabtu Sekjend dampingi panitia pencalonan penjaringan menerima pendaftaran bakal calon Gubernur Papua Barat," katanya.
"Ok, bung Ulil juga ikut ya,"kataku membalas sambil terus melanjutkan ketertarikan ku membaca laporan Amnesty International.
Amnesty International, lembaga nirlaba pegiat hak asasi manusia, yang bermarkas di London, beranggotakan lebih dari 7 juta anggota dan sudah berdiri sejak Juli 1961 terus berjuang keras mengkampanyekan penghapusan hukuman mati di muka bumi.
Salah satu cara mereka adalah membuat laporan tahunan data dan angka eksekusi hukuman mati di setiap negara. Tujuannya satu saja, mengetuk hati petinggi negara menghapus hukuman mati dari sistem hukum yang ada.
Juliet Perry, jurnalis CNN, pagi 7 April 2016, dari London, mengutip Amnesty International, melaporkan bahwa tahun 2015 merupakan tahun eksekusi mati tertinggi selama 25 tahun terakhir.
"AMNESTY report: Executions at their highest level ini 25 years", begitulah headline laporan CNN mengejutkan dunia. Tentu termasuk saya. Saya yakin anda juga.
Amnesty International menyebutkan, "2.634 orang dihukum mati tahun 2015, meningkat 50% dibanding 2014. Hampir 90% eksekusi ini dilaksanakan di Iran, Pakistan dan Arab Saudi. Jumlah ini kemungkinan bisa jauh lebih tinggi mengingat China tidak menyebutkan jumlah hukuman mati di sana.”
"Wah, tiga negara menjadi paling disorot, minus Tiongkok karena belum dapat datanya," aku merenung dalam hati, sambil cemas juga untung negeriku bukan termasuk papan atas laporan itu.
Di Iran, 977 orang dieksekusi mati karena kasus narkoba, 320 orang di Pakistan dan 158 di Arab Saudi juga akhiri hidupnya karena dieksekusi oleh sesama manusia atas nama hukum.
20.292 Menunggu Eksekusi
Perry menggambarkan kegundahan hati Salil Shetty, Sekjend Amnesty International, karena saat ini di seluruh dunia ada 20.292 terpidana mati yang menunggu eksekusi di beberapa negara. Sekalipun demikian Salil digambarkan sedikit senang karena kampanyenya mendorong negara-negara menghapus hukuman mati dalam sistem hukumnya yang dilakukannya tanpa henti mulai berbuah baik.
"Saat ini sudah 102 negara, setelah tahun 2015 negara Fiji, Mandagaskar, Republik Kongo dan Suriname menghapuskan hukuman mati di negerinya" kata Salil dikutip Juliet Perry.
Bagaimana Indonesia? Eksekusi mati di Indonesia barangkali termasuk yang paling heboh. Khususnya tahun 2015. Dengan alasan agar dipuji pubik berani mengeksekusi terpidana mati, maka ruang publik disuguhi teledrama proses eksekusi. Dibuatkan story board layaknya super show di layar kaca dibungkus dengan puncak emosi, "breaking news".
Publik terpecah dan hiru biru menunggu harap-harap cemas eksekusi mati itu. Jurnalis berduyun-duyun membututinya. Ruang media kita dijejali cerita ritual eksekusinya yang lebih dasyat ketimbang substansi kasusnya.