Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hinca IP Pandjaitan XIII
Politikus

Politikus, sekretaris jenderal Partai Demokrat. Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan politik bagi anak bangsa dalam kolom yang diberi judul: NONANGNONANG. Dalam budaya Batak berarti cerita ringan dan bersahaja tetapi penting bercirikan kearifan lokal. Horas Indonesia.

Hukuman Mati, Akankah Berakhir?

Kompas.com - 08/04/2016, 16:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Suasananya lebih besar dan bergeser ke panggung politik. Protes negara asal terpidana mati sangat kuat. Bahkan Brasil membalasnya dengan sangat keras, dengan cara tidak mau menerima dan melantik Dubes Indonesia untuk Brasil, padahal sudah diundang ke istana kepresidenan Brasil. Targetnya agar warga negaranya tidak jadi dieksekusi. Nyatanya, tetap didor, dan mati.

Harian Kompas (7/4) melaporkan bahwa sepanjang tahun  2015 lalu ada 14 terpidana mati yang dieksekusi di Indonesia. Itu artinya setidaknya ada 14 teledrama dengan pernak-perniknya sendiri-sendiri.

10 tahun era SBY memerintah juga melakukan eksekusi mati dengan selektif dan tenang sambil tetap mempertimbangkan hubungan baik dengan negara negara asal terpidana mati itu. Sebab, Indonesia juga termasuk negara yang selalu memperjuangkan warga negaranya yang divonis hukuman mati di beberapa negara.

 Timbal balik kepentingan. International relationship itu juga penting. Karena kita hidup berdampingan secara damai sesama bangsa bangsa berdaulat. Kita tak bisa hidup sendirian di era globalisasi.

RUU KUHP vs Pidana Mati

Sistem hukum pidana kita masih mempertahankan pidana mati sejak sebelum kemerdekaan. Indonesia melakoninya dari waktu ke waktu sembari berupaya mencari jalan keluar terbaik, terlebih dari perspektif perlindungan hak asasi manusia.

Bang Todung Mulya Lubis adalah salah satu saja pegiat hak asasi manusia yang tidak setuju hukuman mati dan memintanya dihapus. Ia dan sahabat-sahabatnya terus berjuang. Terus berkampanye. Tanpa henti.

Jika  memilih tak setuju hukuman mati karena urusan nyawa manusia bukan domain sesama manusia tetapi kewenangan mutlak sang pencipta manusia itu sendiri, maka pilihannya adalah segera menghapus pidana mati dalam sistem hukum kita.

Saat ini RUU KUHP, yang sudah disiapkan sejak puluhan tahun lalu sudah dalam rumah rakyat dan menjadi pekerjaan parlemen kita. Pertanyaannya akankah parlemen dan pemerintah mengambil sikap menghapus pidana mati dalam sistem hukum kita ? Tentu, Presiden Joko Widodo dapat memainkan peran yang vital mewujudkannya.

Persis aku selesai mengetikkan kalimat terakhir, nada dering HP ku bergetar. Ada message yang masuk. "Selain urusan calon gubernur Papua Barat, bang Sekjend juga lantik ribuan PAC PAC PD se Sorong Raya", kata bung Michael Watamena, legislator DPR RI dari dapil Papua Barat, politisi Partai Demokrat, Wakil Ketua Komisi V DPR RI.

"Ya, jangan lupa kita juga bicara soal RUU Otonomi Khusus plus ya. Itu salah satu cara terbaik merawat dan memajukan kesejahteraan umum di Papua," kata ku membalas, sambil menutup laman CNN dan Amnesty Internasional.

"Semoga Presiden Jokowi mengambil putusan memastikan Indonesia menjadi negara ke-103 dalam jajaran negara-negara di dunia yang sudah hapus pidana mati," harapku dalam hati.

Kalaupun belum sekarang, setidaknya Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung dan jajarannya tidak berdramaturgis di media dan di depan publik tentang ini dan itu, tentang warna warni proses ritual eksekusi mati. Lakukan dengan tenang tanpa gaduh, sehingga tidak menimbulkan kecemasan berlebihan di masyarakat.

Sekali lagi aku berhap dalam hati sambil menarik napas panjang.

#salamnonangnonang

@horasIndonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com