Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Desak Presiden Ganti Jaksa Agung karena Dianggap Tak Paham Mekanisme Hukum

Kompas.com - 07/04/2016, 20:53 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Presiden Joko Widodo untuk mengganti Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.

Kontras menilai Prasetyo tidak memahami mekanisme hukum terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Menurut penuturan Wakil Koordinator Kontras, Puri Kencana Putri, desakan tersebut muncul karena Jaksa Agung enggan untuk melakukan penyidikan atas tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Padahal, Komnas HAM telah memberikan hasil penyelidikannya.

"Kami minta Presiden mengganti Jaksa Agung yang tidak paham dengan mekanisme hukum sesuai undang-undang," ujar Puri saat memberikan keterangan pers di kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (7/4/2016).

Lebih lanjut Puri menuturkan, pada Januari 2016, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan telah memfasilitasi pertemuan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

Dalam pertemuan tersebut, kata Puri, Jaksa Agung mengatakan tidak bersedia melakukan penyidikan atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

(Baca: Jaksa Agung: Yang Ingin Rekonsiliasi Kasus HAM Bukan Hanya Kejagung)

Jaksa Agung menganggap semua bukti hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk di dalamya hasil forensik, visum, kesaksian korban, tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti resmi.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma mengatakan bahwa alasan Pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM melalui rekonsiliasi tidak memiliki dasar yang kuat.

(Baca: Kontras Tuding Komnas HAM Ingin Rekonsiliasi Tanpa Proses Pengadilan)

Ia menjelaskan, rekonsiliasi merupakan proses untuk memenuhi hak korban di luar jalur yudisial, seperti hak rehabilitasi restitusi dan kompensasi.

Rekonsiliasi adalah proses yang dilakukan ketika tahapan pengungkapan kebenaran sudah dilakukan.

"Kami tidak masalah dengan penyelesaian melalui jalur non yudisial, tapi prinsip secara internasional harus komplementer dengan jalur yudisial. Dia harus saling melengkapi," ujar Feri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com