Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pemecatan Fahri Hamzah, KPU Tunggu Surat dari Pimpinan DPR

Kompas.com - 05/04/2016, 12:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum masih menunggu surat dari pimpinan DPR terkait pemecatan Fahri Hamzah dari DPR oleh Partai Keadilan Sejahtera.

Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay menuturkan, pihaknya akan langsung memeriksa dokumen keputusan hasil pemilu legislatif 2014, jika surat tersebut sudah diterima KPU.

KPU akan mencari tahu siapa caleg yang mendapatkan perolehan suara terbanyak kedua dari partai yang sama dan di daerah pemilihan yang sama dengan Fahri.

"Kami harus menyampaikan nama calon pengganti ini dalam waktu lima hari setelah menerima surat dari pimpinan DPR," kata Hadar melalui pesan singkat, Selasa (5/4/2016).

Adapun jika Fahri melakukan upaya hukum, maka KPU akan menyampaikan kepada pimpinan DPR. (Baca: PKS Segera Ajukan Pengganti Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR)

"Selanjutnya menjadi otoritas pimpinan DPR untuk meneruskan kepada Presiden untuk dikeluarkan SK pemberhentian dan pengangkatan," tuturnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Pusat lainnya, Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, dalam Pasal 241 ayat (1) UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dijelaskan bahwa pemberhentian baru akan sah setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

(baca: Ruhut: Fahri Hamzah, Mulutmu Harimau yang Menerkam Dirimu...)

Saat ini, kata Ferry, proses pemecatan masih berada di internal parpol. Ia pun enggan berkomentar mengenai nama kandidat yang memiliki suara terbanyak kedua di dapil Fahri di Nusa Tenggara Barat.

"Untuk kasus yang ini, KPU tidak berkomentar banyak. Silakan diklarifikasi dulu ke parpol dan ke pimpinan dewan," ujar Ferry.

DPP PKS menerbitkan Surat Keputusan Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tertanggal 1 April 2016 terkait pemecatan Fahri Hamzah dari semua jenjang jabatan di kepartaian. (Baca: Dipecat, Fahri Hamzah Ungkit Jasanya di PKS)

Surat tersebut dikeluarkan untuk menindaklanjuti putusan Majelis Tahkim atau mahkamah partai tersebut pada 11 Maret 2016.

Dalam penjelasannya, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, Fahri Hamzah kerap melontarkan pernyataan kontroversial. (Baca: Ini "Dosa" Fahri Hamzah Menurut PKS)

Setelah dinasihati, ternyata tidak ada perubahan pola komunikasi politik yang dilakukan Fahri.

Bahkan, kata Sohibul, timbul kesan adanya silang pendapat antara Fahri selaku Wakil Ketua DPR dan pimpinan PKS lainnya.

Fahri merasa janggal atas kasus yang tengah menimpanya. Ia menganggap PKS tidak mengindahkan AD/ART serta melakukan tindakan terencana dan direkayasa untuk melaksanakan persidangan ilegal dan fiktif.

Fahri mengaku akan melawan pemecatannya ini melalui jalur hukum. (Baca: Dipecat PKS, Fahri Hamzah Melawan lewat Jalur Hukum)

"Saya sebagai warga negara tentu akan membawa masalah ini ke wilayah hukum. Saya mengidentifikasi, PKS sudah melakukan perbuatan melawan hukum yang serius," kata Fahri.

Kompas TV Fahri Hamzah Dipecat, Ini Pelanggarannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com