Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Pasal 158 Jungkalkan Harapan Calon Kepala Daerah Cari Keadilan di MK

Kompas.com - 22/03/2016, 16:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), yang mengatur soal syarat pengajuan sengketa, kembali memupuskan harapan calon kepala daerah dalam mencari keadilan.

Perkara yang dimohonkan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Manado Harley Mangindaan-Jemmy Asiku ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) karena permohonan tak memenuhi ketentuan Pasal 158.

“Permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2016).

Dalam membacakan putusan tersebut, Hakim Konstitusi Aswanto menyebutkan bahwa perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan Pihak Terkait melebihi batas maksimal, di mana dalam UU Pilkada diatur bahwa batas maksimal untuk Pilkada Manado adalah 1.006 suara (1,5 persen).

Sementara itu, perbedaan perolehan suara Pemohon dan Pihak Terkait sebesar 6.186 suara atau setara dengan 9,22 persen.

“Berdasarkan pertimbangan hukum, pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Konstitusi 1-5 Tahun 2015,” tutur Aswanto.

Pasal 158, kritik bagi MK

Sementara itu, kuasa hukum Harley-Jemmy, Handri Piter Poae, mengaku, pihaknya telah menerima putusan tersebut karena telah bersifat final.

Namun, ia menyayangkan karena substansi persoalan yang menjadi akar permasalahan dari perolehan suara justru tak terselesaikan.

“Bagi kami, ini merupakan kritik bagi MK. Jangan hanya melihat ini sebagai suatu angka. Persoalan menang kalah sesuatu yang bisa kami terima. Tetapi, persoalan angka ini berkaitan dengan substansi pemilih yang ada di bawah,” kata Handri.

Jika hal ini terus terjadi, lanjut dia, dikhawatirkan akan menjadi preseden untuk penyelenggaraan pilkada ke depannya.

Handri berharap MK dapat memberikan terobosan hukum serta memberikan peluang agar persoalan sengketa pilkada tak hanya dilihat dari angka selisih suara. Menurut dia, lebih baik MK tetap memeriksa substansi permasalahan yang ada setelah itu baru memutuskan.

“Bagi kami sederhana, setiap upaya yang dilakukan oleh siapa pun juga kita harus menghargai, mereka mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum. Mudah-mudahan ini ke depan jadi preseden yang baik untuk pemilukada,” imbuhnya.

Untuk diketahui, dalam Pasal 158 ayat (1) dijelaskan bahwa di provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.

Sementara di provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.

Adapun Peraturan MK juga mengatur hal serupa, tetapi dengan hitungan matematis yang berbeda. Dalam Pasal 6 ayat (3) PMK Nomor 5 dijelaskan bahwa persentase selisih suara dihitung dari suara terbanyak berdasarkan hasil penghitungan suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

Nasional
Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

Nasional
KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

Nasional
Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com