Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Monopoli, Pemerintah Diminta Segera Atur Transportasi Berbasis Aplikasi

Kompas.com - 22/03/2016, 12:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti kebijakan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Muhammad Faiz Aziz, menyayangkan terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh supir taksi konvensional yang melarang beroperasinya perusahaan jasa angkutan berbasis online.

Menurut Faiz, pemerintah harus segera mengambil tindakan dengan membuat regulasi yang dapat mengikat perusahaan aplikasi transportasi, penyedia jasa angkutan berbasis aplikasi, dan konsumen.

Langkah yang bisa diambil adalah segera merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

Revisi itu dengan memasukan pengaturan transportasi publik berbasis aplikasi dalam regulasi.

"Pemerintah seharusnya mengatur transportasi berbasis aplikasi. Kalau tidak akan selalu terjadi pertemuan konflik antardua kepentingan," ujar Faiz ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/3/2016).

Faiz menjelaskan, selama ini Pemerintah belum bisa mengakomodasi konflik kepentingan antarpenyedia jasa, supir taksi dan pengguna layanan. (baca: Beredar, Video Taksi Biru Tabrak Sopir yang Berunjuk Rasa)

Konflik tersebut terjadi karena tidak adanya pembatasan mengenai penerapan tarif yang jelas.

Perusahaan taksi konvensional berkeberatan dengan penerapan tarif taksi berbasis online yang relatif murah. Mereka menginginkan pengaturan tarif yang adil.

Sedangkan konsumen menginginkan tarif yang murah dan fasilitas yang nyaman serta aman. (baca: Tak Terima Temannya Di-"sweeping", "Driver" Go-Jek Serbu Sopir Taksi)

"Pemerintah harus membuat peraturan yang seimbang untuk mengakomodasi seluruh kepentingan tersebut," kata dia.

Faiz menambahkan, Pemerintah juga harus memperhatikan adanya dugaan praktik jual rugi atau predatory pricing yang selama ini dialamatkan pada perusahaan jasa angkutan berbasis online. Jika tidak diatur, maka hal itu akan menimbulkan monopoli.

Predatory pricing merupakan praktik yang dilarang, di mana sebuah perusahaan akan menerapkan harga semurah mungkin agar kompetitor lain tidak mampu bersaing dan terlempar dari pasar.

Setelah itu, secara perlahan perusahaan akan memonopoli pasar dan menaikan harga. (baca: Blue Bird Bakal Berikan Sanksi Tegas Pengemudi Anarkis)

"Ada semacam dugaan penerapan jual rugi atau predatory pricing yang bisa membuat perusahaan taksi konvensional gulung tikar. Praktik seperti ini dilarang dalam pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1990," kata Faiz.

Ia pun mengusulkan, selain membuat peraturan hukum, Pemerintah juga harus menerapkan tarif batas bawah, seperti yang pernah dilakukan Menteri Perhubungan dengan menentukan tarif batas bawah di sektor penerbangan untuk kelas ekonomi. (baca: Demo Sopir Taksi, Derita Warga DKI, dan Rezeki Dadakan Ojek Online)

"Peristiwa ini seharusnya kembali menjadi momentum bagi pemerintah untuk melihat lebih dalam lagi untuk serius membenahi kerangka hukum untuk memfasilitasi transportasi berbasis aplikasi sehingga kontroversi semacam ini tidak terulang kembali," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden Lah, Ketumnya Kan Saya

Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden Lah, Ketumnya Kan Saya

Nasional
Menkominfo Masih Bisa Bilang Alhamdulillah usai PDN Diretas, Ini Sebabnya

Menkominfo Masih Bisa Bilang Alhamdulillah usai PDN Diretas, Ini Sebabnya

Nasional
Peretasan PDN Bukti Keamanan Data RI Lemah, Kultur Mesti Diubah

Peretasan PDN Bukti Keamanan Data RI Lemah, Kultur Mesti Diubah

Nasional
Komisi I Desak Pemerintah Buat Satgas dan Crisis Center Tangani PDN

Komisi I Desak Pemerintah Buat Satgas dan Crisis Center Tangani PDN

Nasional
Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden, yang Ketum Kan Saya!

Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden, yang Ketum Kan Saya!

Nasional
PDN Diretas, Pengelola sampai Pejabat Dinilai Patut Ditindak Tegas

PDN Diretas, Pengelola sampai Pejabat Dinilai Patut Ditindak Tegas

Nasional
[POPULER NASIONAL] Tanggapan Parpol Atas Manuver PKS Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta | Pemerintah Pasrah Data PDN Tak Bisa Dipulihkan

[POPULER NASIONAL] Tanggapan Parpol Atas Manuver PKS Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta | Pemerintah Pasrah Data PDN Tak Bisa Dipulihkan

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Nasional
Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Nasional
PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

Nasional
TB Hasanuddin Titipkan 'Anak' Bantu BSSN Buru 'Hacker' PDN

TB Hasanuddin Titipkan "Anak" Bantu BSSN Buru "Hacker" PDN

Nasional
Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Nasional
Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Nasional
Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Nasional
Data PDN Tidak 'Di-back Up', DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Data PDN Tidak "Di-back Up", DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com