Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr M Subhan SD
Direktur PolEtik Strategic

Direktur PolEtik Strategic | Founder Mataangindonesia Social Initiative | msubhansd.com | mataanginsaguling.com

Jokowi versus SBY

Kompas.com - 21/03/2016, 20:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho


Dua tokoh ini tersenyum saat bertemu empat mata di Laguna Resor and Spa, Nusa Dua, Bali, Rabu malam, tanggal 27 Agustus 2014. Duduk berdua saja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden terpilih Joko Widodo, keduanya mengenakan baju batik lengan panjang, tampak bicara santai dan relaks. Padahal, saat itu keduanya membahas proses transisi kepemimpinan.

Namun, hari-hari belakangan ini, dua tokoh itu terlihat bersitegang. Memang, tidak secara terbuka, maksudnya dalam "perang wacana" terang-terangan, tetapi lebih terlihat dalam simbol-simbol yang dibaca publik. Itu juga sangat kentara jelas. Jokowi adalah pengganti SBY. Jokowi mulai masuk Istana pada Oktober 2015, setelah SBY meninggalkan istana.

Pangkal ketegangan saat SBY melakukan "Tour de Java", yaitu untuk meet the people dan meet the kader selama lebih satu pekan pada pertengahan Maret 2016 ini. Ketika di Pati, Jawa Tengah, Rabu (16/3/2016), SBY melontarkan kritik terhadap pemerintah yang terus getol membangun infrastruktur. Menurut SBY, pemerintah sebaiknya tidak menguras anggaran untuk infrastruktur, terlebih kondisi ekonomi sedang lesu.

"Yang mengerti ekonomi, kalau pajak dikuras habis ekonomi justu tidak tumbuh. Yang penting yang wajib pajak jangan mangkir. Jangan digenjot habis-habisan apalagi saat kondisi ekonomi sedang sulit, maka perusahaan bisa bangkrut dan yang susah makin susah. Ekonomi sedang lesu, maka pajak harus pas," ujar SBY seraya memahami bahwa pembangunan infrastruktur sangat penting.

Meskipun nada penyampaiannya datar dan tanpa tekanan-tekanan intonasi, tetapi substansi pernyataan tersebut sesungguhnya keras. Karena itu, keruan saja tak ada lagi yang merasa tertohok selain Presiden Jokowi.

Sejak memimpin negeri ini pada akhir 2014, Presiden Jokowi memang menggenjot pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, waduk, jembatan, dermaga, kereta cepat, MRT, dan lain-lain.

Bagi Jokowi, selama ini pembangunan infrastruktur terlalu banyak rencana, namun minim implementasi. Pada pembukaan Kongres XX Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Desember 2015, Presiden Jokowi mengambil contoh pembangunan MRT. Rencananya sejak tahun 1994 tetapi realisasinya tak kunjung tiba. "Kalau tidak diputuskan sekarang ya terlambat," ujar Jokowi saat itu.

Pasca reformasi 1998, Indonesia terlalu sibuk untuk membangun suprastruktur yaitu lembaga-lembaga politik dan persoalan demokrasi. Tahun berganti dan presiden berganti, tetapi konsentrasi terlalu besar di bidang politik.

Ini terjadi karena politik bukan lagi sekadar bicara partisipasi politik dan mandat kekuasaan, melainkan lebih banyak mengandung unsur-unsur kapital (modal), kerjasama, kongkalikong, dan kekuasaan terhadap akses dan modal.

Di balik pilkada, pileg, pilpres, begitu banyak uang bicara. Tidak mengherankan, demokrasi kita dinilai mahal dan menghamburkan uang. Selepas reformasi, terlalu besar energi bangsa tersedot mengurusi panggung politik demi demokrasi langsung yang memberikan ruang luas untuk publik.

Sektor-sektor lain mungkin kurang teperhatikan atau setidaknya tidak menjadi nomor satu. Kalau pun ada pembangunan infrastruktur, juga tak lepas dari perburuan modal. Maka, banyak proyek yang menjadi bancakan dan bermasalah (korupsi).

Salah satu infrastruktur yang bermasalah adalah megaproyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor. Banyak pejabat dan politisi Partai Demokrat terjerat kasus Hambalang, antara lain Menpora Andi Mallarangeng dan Ketua Umum Partai Demokrat. Megaproyek itu dibangun semasa era SBY.

Nah, pada Jumat (18/3/2016) lalu, atau dua hari setelah sindiran SBY, Jokowi berkunjung ke Hambalang yang terbengkelai itu. Namun Jokowi tidak mengumbar dalam wacana yang berlebihan. Jokowi, seperti karakternya yang tidak banyak omong, hanya melongok Hambalang.

Pesan ini sangat sarat politik. Ia lalu ngetweet, "Sedih melihat aset negara di proyek Hambalang mangkrak. Penuh alang-alang. Harus diselamatkan."

Ini permainan politik tingkat tinggi. Bergerak dalam sunyi tetapi implikasinya menimbulkan kegaduhan. Gesture Jokowi mengisyaratkan simbol politik. Dan, publik tahu siapa yang terkena sasaran tembak yang empuk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com