Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Cermati Gelombang Penolakan Revisi UU KPK

Kompas.com - 17/02/2016, 13:01 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo terus mengamati gelombang penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rencana DPR merevisi UU itu menuai penolakan publik karena ditengarai akan memperlemah KPK.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi SP mengatakan bahwa dirinya sempat membicarakan polemik revisi UU KPK dengan Presiden Jokowi. Sikap Jokowi, kata Johan, akan menolak revisi jika dimaksudkan untuk melemahkan KPK.

"Berkaitan dengan adanya gelombang kritik terhadap revisi Undang-Undang KPK, Presiden tetap konsisten revisi itu harus dimaksudkan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/2/2016).

Johan menuturkan, Presiden Jokowi juga akan menelaah lagi usulan DPR dalam merevisi UU KPK setelah kembali dari tugas kenegaraan di Amerika Serikat. (baca: PDI-P: Fraksi Lain Jangan Hanya Provokasi Tolak Revisi UU KPK)

Jokowi ingin revisi undang-undang itu dilakukan sesuai harapan publik dan penguatan KPK.

Meski demikian, Johan menyatakan bahwa Presiden Jokowi belum menyampaikan detail poin-poin yang dimaksud dengan penguatan atau pelemahan KPK. Alasannya, karena draf revisi UU KPK sampai saat ini masih berada di DPR.

"Ada fraksi (di DPR) yang menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK, hal ini juga dicermati Presiden," ujarnya. (Baca: Ini Alasan PDI-P Motori Revisi UU KPK)

Secara pribadi, Johan menuturkan bahwa pelemahan KPK akan terjadi jika dalam revisi diselipkan pasal yang membatasi masa tugas KPK, menghapus kewenangan penuntutan, dan diaturnya mekanisme penyadapan dengan izin pengadilan.

Mengenai rencana dibentuknya dewan pengawas KPK, kata Johan, usulan ini juga belum dijelaskan detail oleh DPR. Karena itu, Presiden Jokowi belum memberikan penilaian.

"Ini pendapat pribadi, bukan pendapat Presiden, jelas memperlemah kalau kewenangan dewan pengawas terlalu powerfull," kata mantan pimpinan KPK itu.

Sama halnya dengan rencana memberikan KPK kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). (Baca: ICW: PDI-P Tak Siap Berkuasa, Lupa Komitmen Tolak Revisi UU KPK)

Kewenangan itu juga dianggap Johan sangat riskan karena berpotensi disalahgunakan oleh oknum di internal KPK.

"Ini sudah bicara detail ya, kalau Presiden kan tidak bicara detail," ujarnya.

Revisi UU KPK menuai perdebatan karena ditengarai ingin melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. (baca: Gerindra Minta Demokrat dan PKS Tolak Revisi UU KPK di Paripurna)

Ada empat poin yang menjadi fokus revisi UU tersebut, yaitu keberadaan dewan pengawas, penyidik independen, kewenangan menerbitkan SP3, dan diaturnya kewenangan menyadap.

Adapun DPR berencana membahas revisi UU KPK dalam rapat paripurna pada Kamis (18/2/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com