Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indriyanto: Dewan Pengawas Tak Bisa Ikut Campur Teknis Yuridis seperti Penyadapan

Kompas.com - 12/02/2016, 10:23 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji berpendapat bahwa kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK berbasis pada amanat undang-undang.

Dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa, menurut Indriyanto, KPK seharusnya tidak memerlukan izin penyadapan dari siapapun, baik pengadilan maupun dewan pengawas.

"Kita melihat korupsi sebagai kejahatan luar biasa, karena itu KPK tidak perlu izin dari pengadilan, apalagi dari dewan pengawas. Karena dewan pengawas sama sekali tidak dalam kapasitas untuk ikut campur soal teknis operasional yuridis. Termasuk di dalamnya soal penyadapan," ujar Idriyanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/2/2016).

Hal itu disampikan Indriyanto menyikapi rencana revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Salah satunya mewacanakan penyadapan perlu izin dewan pengawas. (Baca: Naskah Akademik Revisi UU KPK, Ada atau Tidak?)

Menurut Indriyanto, kejahatan luar biasa seperti korupsi memiliki dampak yang jelas membahayakan dan berpengaruh secara meluas pada saat itu juga.

Karena itu, kewenangan menyadap bukan berdasarkan pada izin atau ketentuan pengadilan. (baca: Harus Lapor ke Dewan Pengawas, Penyadapan yang Dilakukan KPK Rawan Bocor)

"Artinya kewenangan penyadapan adalah sah tanpa perlu izin. Sangat berbeda dengan kondisi umum dan perbuatan pidana yang dikategorikan biasa," kata Indriyanto yang juga pakar hukum itu.

Selain pembentukan dewan pengawas KPK dan pengaturan penyadapan, revisi UU KPK juga dimaksudkan untuk memberi wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. (Baca: Ini Konsep Dewan Pengawas KPK yang Diinginkan DPR)

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Namun, pembahasan revisi ini ditunda setelah sejumlah fraksi di DPR berubah sikap. Kini tiga fraksi, yakni Gerindra, Demokrat dan PKS menolak pembahasan revisi UU KPK dilanjutkan. (baca: Giliran PKS Ikut Tolak Lanjutkan Revisi UU KPK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com