Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran PKS Ikut Tolak Lanjutkan Revisi UU KPK

Kompas.com - 12/02/2016, 09:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR, Jazuli Juwaini, mengatakan, fraksinya menolak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pembahasan revisi UU KPK tengah berjalan di Badan Legislasi DPR.

"Hasil keputusan rapat pleno Fraksi PKS pada Kamis (11/2/2016) adalah menolak melanjutkan pembahasan revisi UU KPK," kata Jazuli, di Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Ia mengatakan, partainya setuju terhadap revisi UU KPK jika bertujuan menguatkan institusi pemberantasan korupsi tersebut sehingga lebih berani menindak kasus-kasus besar.

(Baca: Sembilan Fraksi Setuju UU KPK Direvisi, Apa Argumentasi Mereka?)

Menurut dia, dengan penguatan KPK, diharapkan institusi itu tidak menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi skala kecil.

"Kami setuju revisi untuk menguatkan KPK agar bisa mengungkap kasus-kasus besar," ujar dia.

Dia mengatakan, F-PKS setuju revisi apabila pemerintah kompak dan konsisten membahasnya bersama-sama dengan DPR.

"Jangan sampai terkesan centang perenang antara Menkumham dengan Istana seakan ada ketidakkompakkan antara mereka," kata Jazuli.

(Baca: Naskah Akademik Revisi UU KPK, Ada atau Tidak?)

Jazuli menjelaskan, revisi UU ini bisa dilanjutkan jika melibatkan KPK untuk memberikan masukan-masukan yang substansial.

Dalam rapat harmonisasi Panitia Kerja Revisi UU KPK di Badan Legislasi DPR, Rabu (10/2/2016) sore, hanya Fraksi Gerindra yang secara tegas menolak UU KPK direvisi. (Baca: Gerindra Berjuang Sendirian Tolak Revisi UU KPK)

Belakangan, F-Demokrat berubah sikap setelah mendapat instruksi dari Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. (baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

Sikap kedua fraksi itu membuat beberapa fraksi lainnya berpikir ulang sehingga pengesahan draf revisi UU KPK menjadi RUU inisiatif DPR yang direncanakan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (11/2) ditunda hingga Kamis (18/2).

Keputusan itu diambil untuk memberikan waktu kepada fraksi-fraksi untuk berpikir kembali terkait urgensi revisi tersebut.

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

(Baca: Jokowi Bisa Tarik Dukungan Revisi UU KPK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com