"Batubara tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga mengancam kesehatan manusia. Kami ingin mendorong pemerintah beralih ke energi bersih yang bersumber dari potensi alam, seperti panas bumi, angin dan air. Kenapa dibilang bersih, karena memang tidak ada emisinya," ujar Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika, di Jakarta, Minggu (7/2/2016).
Menurutnya, saat ini banyak negara sudah meninggalkan PLTU batubara dan beralih ke energi terbarukan. Polusi yang sangat buruk membuat pemerintah di beberapa negara berkomitmen untuk mengurangi penggunaan batubara untuk menghasilkan listrik.
(Baca: Banyak Pelanggaran, Komnas HAM Rekomendasikan Proyek PLTU Batang Dipindah)
Amerika menjadwalkan menutup 200 PLTU kemudian menambahkan 46 gigawatt pada energi terbarukan dari tenaga angin, matahari, dan geothermal. Sebanyak 24 perusahaan batubara di Amerika tutup dalam tiga tahun terakhir.
Pemerintah China, pada kuartal pertama 2015 menurunkan 3,7 persen PLTU batubara. Pembangkit listrik tenaga air naik 17 persen, sedangkan tenaga angin dan tenaga surya naik 20%, yang berdampak pada penurunan impor batubara 40 persen.
"Sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya alam yang bisa digunakan untuk menghasilkan energi bersih. Geothermal kita 30 persen dari keseluruhan yang dimiliki dunia. Kita mendapat sinar matahari sepanjang tahun," ungkapnya.
(Baca: Proyek PLTU Batang Dimulai meski Ada Masalah)
Lebih lanjut, Hindun mengharapkan adanya regulasi yang ketat dari Pemerintah mengenai pembatasan emisi dan PLTU batubara.
"Bulan lalu pemerintah India baru saja merilis regulasi baru soal pengaturan ambang batas emisi PLTU. Di Indonesia masih 3 sampai 7 kali lebih buruk," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.