Sejak reformasi Indonesia memang mengalami perubahan besar, tak terkecuali demokrasi yang lebih bebas. Menurut Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, demokrasi di Indonesia berkembang luar biasa sehingga seperti ada sistem baru.
"Siapa pun bisa jadi apa pun. Tidak ada perbedaan, sama hak dan kewajibannya," ujar beliau saat berpidato pada Musyawarah Nasional (Munas) Forum Legislatif Mahasiswa Indonesia di Aula Politeknik Negeri Bali, Denpasar, Bali, Senin (1/2).
Makanya, tidak heran jika ada pemimpin wilayah yang berbeda dengan mayoritas penduduknya. Seperti di Nusa Tenggara Timur yang mayoritas penduduknya Katolik, Kristen namun ketua DPRD-nya Islam. Jakarta yang punya Gurbermur Ahok, atau seperti Pak Jokowi yang dulunya Walikota Solo bisa jadi Presiden RI. Jadi, setiap orang berhak jadi apa saja, Ketua MPR RI menambahkan.
Reformasi, amandemen UUD 1945
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan pun sempat memberikan gambaran mengenai kewenangan MPR yang terbatas saat ini. Sangat berbeda dengan kewenangan MPR sebelum amandemen UUD 1945 tahun 1998.
"Pasca amandemen UUD 1945, tugas MPR tak seperti dulu. Dulu MPR lembaga tertinggi dan presiden dan wakilnya adalah mandataris MPR. Presiden dan wakil presiden (wapres) dipilih MPR," kata beliau.
Lebih lanjut, beliau kembali menjelaskan tugas MPR saat ini hanyalah amandemen UUD 1945, memfasilitasi pelantikan presiden dan wapres serta melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Kalau dulu presiden sebagai mandataris bertanggung jawab kepada MPR, sekarang tidak lagi. Presiden dipilih langsung, satu orang satu suara," ujar beliau.
Kepada para mahasiswa, Ketua MPR RI mengingatkan jika demokrasi yang bebas menimbulkan kompetisi yang ketat. Apalagi, menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga mahasiswa harus bisa mengusai teknologi dan ekonomi.
"Persaingan kita bertambah lagi. Saya ingin mahasiswa buka cakrawala berpikir kita. Kalau tidak, kita bisa jadi kuli di luar, bisa jadi kuli di negeri sendiri," tutup beliau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.