Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekan Depan, Draf Revisi UU Antiterorisme Diserahkan kepada Presiden

Kompas.com - 27/01/2016, 12:18 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa draf revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih terus dimatangkan.

Ia menargetkan draf revisi itu dapat diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada pekan depan.

"Mudah-mudahan Senin (pekan depan) kita sudah bisa berikan ke Presiden," kata Luhut, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/1/2016).

Ia menuturkan, Presiden akan memeriksa draf tersebut. Setelah itu, draf revisi UU Anti-terorisme akan disampaikan kepada DPR RI.

"Dilihat (Presiden), nanti kemudian ke DPR," ujarnya.

Menurut Luhut, revisi UU Antiterorisme ini merupakan inisiatif pemerintah bersama DPR. Dukungan untuk memperkuat pencegahan aksi terorisme juga mendapat dukungan dari seluruh pimpinan lembaga negara.

(Baca: Ini Poin-poin Revisi UU Antiterorisme yang Diusulkan Pemerintah)

Presiden Jokowi telah memutuskan memilih revisi Undang-undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindang Pidana Terorisme dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme. Revisi UU itu diharapkan selesai pada tahun ini.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan, fungsi pencegahan akan ditingkatkan dengan diperluasnya kewenangan penindakan.

Kepolisian akan diberikan kewenangan melakukan penahanan sementara dalam jangka waktu yang lebih lama untuk memeriksa terduga teroris.

Penahanan diusulkan dapat berlangsung sekitar dua sampai empat pekan. Terduga teroris akan dibebaskan jika tidak terbukti terlibat atau akan melakukan aksi terorisme.

Yasonna melanjutkan, ada juga usulan mencabut kewarganegaraan bagi WNI yang berperang untuk kepentingan negara lain, atau kepentingan organisasi radikal di luar negeri.

(Baca: Komnas HAM Ingatkan Revisi UU Antiterorisme Jangan Sampai Berujung Represif)

"Karena terorisme adalah kejahatan global. Memang ada usulan kalau masuk (kembali ke Indonesia setelah berperang untuk kepentingan negara lain atau organisasi radikal) dikasih alat, tapi saya kira lebih bagus paspornya yang kita cabut," ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan, muncul juga usulan mengenai penetapan barang bukti untuk menindak terduga teroris tidak lagi harus seizin ketua pengadilan negeri tetapi cukup dengan seizin hakim pengadilan. Cara ini dianggap akan mengoptimalkan pencegahan aksi terorisme.

"Asas praduga tak bersalah tetap akan kita jaga," ungkap Yasonna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com