Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beratnya Mengobati "Orang Kuat" Indonesia

Kompas.com - 27/01/2016, 07:47 WIB

Pengantar redaksi:

Hari ini, tepat delapan tahun lalu, presiden kedua RI Muhammad Soeharto berpulang. Memperingati sewindu peristiwa tersebut, redaksi Kompas.com menayangkan artikel-artikel dari harian Kompas pada masa itu terkait sosok penguasa Orde Baru tersebut.

* * * * *

Oleh: Evy Rachmawati dan Elok Dyah Messwati

JAKARTA, KOMPAS - Setelah berjuang selama 24 hari, tim dokter kepresidenan hanya bisa pasrah ketika mantan orang nomor satu di Indonesia itu mengembuskan napas terakhir, Minggu (27/1/2008) pukul 13.10 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, akibat kegagalan multiorgan.

Ketika meninggal dunia, tutur koordinator medik tim dokter kepresidenan Prof Djoko Rahardjo, semua alat bantu masih terpasang. Pada Sabtu (26/1/2008) malam, kondisi Soeharto stabil, suplai oksigen dari alat bantu pernapasan 30 persen, tekanan darah normal, dalam kondisi sadar, bahkan mengucap amin ketika didoakan keluarganya.

Minggu pukul 03.00, kondisinya memburuk. Tekanan darah turun drastis sehingga diberi obat-obatan untuk menaikkan tekanan darah. Batang otak sudah tidak mampu merespons. Dokter spesialis bedah syarat Prof Satya Negara yang turut merawat Soeharto mengatakan, tim dokter telah memeras kemampuan untuk membantu Soeharto.

"Kemampuan jantung merosot, tidak mampu lagi memompa darah, sehingga terjadi gangguan pada suplai oksigen di tingkat seluler. Jadi, organ-organ tubuh tidak mendapat suplai oksigen. Ini diperparah perdarahan pada lambung," ujar ahli jantung Muhamad Munawar. Akibatnya, terjadi kegagalan multiorgan.

Pada Sabtu (12/1/2008) juga terjadi kegagalan multiorgan jantung, paru, dan ginjal. Soeharto terbantu ketika dipasang ventilator, dilakukan resusitasi (pemulihan denyut jantung), serta diberi obat untuk menidurkannya. Kondisinya membaik.

Kondisi kesehatan Soeharto saat masuk rumah sakit ini adalah yang terparah dibandingkan sebelumnya. Kondisi ini diperberat dengan usia lanjut, ditambah riwayat kesehatan, seperti stroke ringan, batu ginjal, dan gangguan jantung.

"Perawatan pasien geriatri (usia lanjut) dengan penurunan fungsi pada berbagai organ tubuh sulit dilakukan," ujar ahli anestesi Christian A Johannes.

Semua tindakan yang dilakukan seolah pisau bermata dua. "Kami semua takut salah karena yang ditangani adalah mantan presiden. Apalagi media menyorot setiap tindakan yang dilakukan," kata Munawar. Mereka dicecar pertanyaan oleh wartawan. Pertanyaan itu kadang-kadang terasa memojokkan.

Bekerja di bawah sorotan media adalah bagian dari risiko tugas tim dokter kepresidenan yang beranggotakan 36 dokter ahli itu, antara lain dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, RS Pusat Angkatan Darat, RS Jantung Harapan Kita, RS Pondok Indah, dan RS Medistra.

Nyaris setiap hari mereka menggelar jumpa pers, menjelaskan kondisi terakhir kesehatan Soeharto. Belum lagi wawancara khusus. Mereka bekerja di bawah tekanan publik karena mereka mengobati mantan presiden yang pernah berkuasa selama 31 tahun di negeri berusia 62 tahun ini.

"Harus diakui, kami stres sebab Pak Harto kan bukan pasien biasa, tetapi mantan Presiden RI. Apalagi media memberitakan yang aneh-aneh," kata Christian.

"Secara profesional kami tidak pernah ragu. Namun, ada pertimbangan nonmedik yang harus dipikirkan. Kami harus memberi keterangan berulang kali sampai keluarga mengerti, juga harus ada izin tertulis dari keluarga untuk memberi keterangan pers," kata Djoko.

Halaman:


Terkini Lainnya

Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com