Di matanya, Soeharto adalah sosok negarawan meskipun berlatar belakang tentara.
"Bisa saja di akhir masa jabatannya saat itu beliau ngotot (mempertahankan kekuasaan), tetapi pasti akan terjadi pertumpahan darah. Beliau menghindari hal itu," kata Agung kepada Kompas.com, Selasa (26/1/2016).
Agung mengatakan, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat ini dengan mengunjungi pelosok-pelosok wilayah sebenarnya sudah sering dilakukan Soeharto selama 31 tahun menjabat sebagai presiden.
"Beliau sering sekali blusukan, cuma memang jarang diberitakan. Ketemu petani, masyarakat kecil," ujarnya.
Berbeda
Agung pun berkisah bagaimana saat ia ditunjuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Pembangunan VII tahun 1998.
Saat itu, ia baru saja selesai mengikuti sidang MPR. Ketika sedang berbincang dengan Leo Nababan di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen, tiba-tiba teleponnya berdering.
"Pas saya angkat, ternyata yang telepon Presiden. Saya yang lagi duduk seketika langsung berdiri dan berbisik kepada Leo 'Ini Presiden'," kenangnya.
Dalam pembicaraan itu, Soeharto meminta agar Agung menjabat sebagai Menpora. Ia juga diperintahkan untuk segera berkoordinasi dengan sejumlah petinggi cabang-cabang organisasi kepemudaan dan olahraga yang bernaung di bawahnya.
"Ada perasaan berbeda ketika ditelepon Pak Harto. Itu benar-benar baru pertama kali saya ditelepon beliau," ujar Agung.
Menurut Agung, kewibawaan Soeharto tak dimiliki oleh pemimpin lain di negeri ini.
Ia mencontohkan, ketika dihubungi Habibie maupun Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjabat sebagai menteri, dia lebih santai.
"Saya cuma duduk saja," ujarnya.
Teliti