JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil penelitian yang dilakukan Setara Institute menunjukkan bahwa intoleransi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah salah satu penyebab timbulnya aksi teror di Indonesia.
Para pelaku intoleran yang tidak puas kemudian memilih bergabung pada kelompok-kelompok radikal dan melakukan aksi teror.
"Bom di Thamrin kemarin menunjukkan persoalan intoleransi sebagai titik awal terorisme," ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/1/2016).
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, para pelaku teror pada awalnya merupakan pelaku intoleran yang tergabung dalam organisasi masyarakat keagamaan. (baca: Kapolda Metro: Peran Bahrun Naim Sangat Penting Terkait ISIS di Suriah)
Kelompok tersebut biasanya dikenal sering mengintimidasi aliran kepercayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai atau menyimpang.
Anggota kelompok yang tidak puas hanya dengan melakukan sikap intoleransi kemudian memilih bergabung dengan kelompok-kelompok radikal yang membenarkan dilakukannya aksi teror dan kekerasan. (baca: Politisi PDI-P Nilai Deradikalisasi Tak Efektif dan Hanya Jadi Semacam Proyek)
"Untuk jadi teroris tidak bisa seketika, ada tahapan dan proses. Misalnya Muhammad Abduh di Cirebon, lalu Bahrun Naim, mereka sebelumnya tergabung dalam ormas kelompok intoleran," kata Ismail.
Menurut Ismail, dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam melakukan mitigasi terorisme. Salah satunya, menindak tegas sikap-sikap intoleran yang dilakukan berbagai kelompok yang berlatarbelakang agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.