Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukiman: Kesimpulan MKD Jelas, Memberhentikan Novanto sebagai Ketua DPR

Kompas.com - 17/12/2015, 15:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan, Sukiman, mengungkapkan, dalam kesimpulan akhir Mahkamah Kehormatan Dewan, jelas disebutkan pemberhentian Setya Novanto sebagai Ketua DPR. 

Menurut dia, kesimpulan itu dibuat saat skors rapat pleno dan telah dibacakan terlebih dahulu sebelum surat pengunduran diri Novanto dibacakan. (Baca: Meski Mengundurkan Diri, Setya Novanto Tetap Bersalah Langgar Etika)

Ia menilai, kesimpulan ini merupakan putusan sekaligus sanksi bagi Novanto.

Ketika ditanya, mengapa tak ada pernyataan tegas soal pemberhentian Novanto saat penyampaian kesimpulan akhir oleh pimpinan MKD, Sukiman mengatakan, hal itu hanya persoalan redaksional.

"Kalau itu silakan tanya kepada pimpinan. Tetapi, apa pun rentetan peristiwanya, kesimpulan itu harus tetap dibuat dan kesimpulannya 10 minta sanksi sedang," kata dia, Kamis (17/12/2015), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Pada rapat konsinyasi kemarin, 10 anggota MKD ingin agar Novanto dijatuhkan sanksi dengan kategori sedang.

Sementara itu, tujuh anggota lainnya ingin Novanto dijatuhi sanksi berat.

Sukiman mengatakan, jika sanksi berat yang dijatuhkan, akan ada konsekuensi selanjutnya.

Sesuai aturan di dalam Tata Beracara MKD, alat kelengkapan Dewan itu perlu membentuk panel etik yang terdiri atas tiga anggota MKD dan empat unsur masyarakat.

Pembentukan panel itu diakui berisiko putusan yang dihasilkan berbeda dengan putusan MKD.

"Kesimpulannya sudah jelas, mencopot. Dalam bahasanya, diberhentikan dari jabatan dan kembali menjadi anggota biasa," kata Sukiman.

"Di dalam bunyi kesimpulannya, saya masih ingat betul, yaitu tujuh anggota ingin sanksi berat, 10 ingin sanksi sedang, dan kesimpulan itu dibacakan," kata dia.

Adanya pertanyaan mengenai akhir dari kasus dugaan pelanggaran etika karena mencatut nama Presiden dan Wapres terkait renegosiasi kontrak Freeport ini ialah karena MKD memutuskan menutup kasus Setya Novanto.

MKD beralasan, kasus ini ditutup karena Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR RI periode 2014-2019.

Akan tetapi, ada perbedaan pendapat soal pengunduran diri Setya Novanto. Anggota MKD Darizal bersama politisi Demokrat lainnya, Guntur Sasono, mengatakan, sempat tak setuju putusan yang menerima pengunduran diri Novanto.

Dia ingin surat pengunduran diri itu diabaikan dan sanksi pencopotan tetap dijatuhkan.

"Kita menganggap pengunduran diri dan putusan adalah dua hal yang berbeda," kata Darizal.

Namun, anggota MKD lainnya bersikeras meminta agar pengunduran diri diterima sehingga sanksi tak bisa dijatuhkan.

Suara mayoritas ini pun diperkuat dengan aturan di Pasal 127 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyebut pengaduan pelanggaran terhadap anggota DPR tidak dapat diproses apabila teradu telah mengundurkan diri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com