JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagian besar pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan mempertanyakan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto.
Sebab, dalam Bab IV Pasal 5 ayat (1) Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tidak diatur pejabat eksekutif dapat melaporkan anggota DPR.
Pasal tersebut menyebutkan, "Pengaduan kepada MKD dapat disampaikan oleh: a. Pimpinan DPR atas aduan Anggota terhadap Anggota; b. Anggota terhadap Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD; dan/atau c. masyarakat secara perseorangan atau kelompok terhadap Anggota, Pimpinan DPR, atau Pimpinan AKD".
Namun, MKD dianggap tak membaca secara utuh peraturan DPR. Sebab, Bab I Pasal 1 ayat (10) peraturan DPR menyebutkan, "Pengadu adalah Pimpinan DPR, Anggota, Setiap Orang, Kelompok atau organisasi yang menyampaikan Pengaduan". (Baca: Sudirman Said Bisa Laporkan Kembali Novanto jika Ditolak MKD)
"MKD cuma baca Pasal 5, tapi tidak baca Pasal 1. Kalau baca buku dari awal jangan baca tengahnya terus koar-koar," kata politisi PDI-P Adian Napitupulu di Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Adian menegaskan, kata "setiap orang" dalam pasal tersebut menandakan bahwa Sudirman Said berhak melaporkan Novanto, meski dalam posisinya sebagai menteri. (Baca: "MKD Adili Etika Anggota DPR, Sama Saja 'Jeruk Makan Jeruk'")
Adian pun menduga anggota MKD sebenarnya sudah mengetahui keberadaan Pasal 1 tersebut, tetapi berusaha mengabaikannya. Dia merasa curiga MKD hendak memanipulasi peraturan untuk kepentingan kepentingan tertentu.
"Semoga kesalahan tafsir MKD terhadap aturan beracara MKD dan asas hukum tidak bertujuan untuk menjadikan MKD menjadi tempat cuci piring dari pesta yang dinikmati pimpinan DPR," ucap anggota Komisi VII DPR ini.
Sudirman sebelumnya menyampaikan laporan dengan menggunakan kop Kementerian ESDM. (Baca: Jika Laporan Sudirman Ditolak, MKD Dinilai Bisa Usut Kasus Novanto Tanpa Aduan)
Dalam laporannya, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.