Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Loloskan 15 Hakim "Ad Hoc" Tipikor Baru

Kompas.com - 16/11/2015, 13:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung meloloskan 15 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi dari 58 calon yang mengikuti seleksi tahap akhir. Sebanyak 11 hakim ad hoc dialokasikan untuk pengadilan tingkat pertama dan empat hakim lainnya untuk tingkat banding.

"Lebih dari 50 orang hakim ad hoc dibutuhkan untuk pengadilan seluruh Indonesia. Namun, kita tidak boleh lihat kuantitasnya saja sebab harus melihat kualitas juga," kata Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Jumat (13/11), di Gedung MA, Jakarta seperti dikutip dari Kompas.

Ketua Tim Seleksi yang juga Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar mengatakan, dalam meloloskan calon tersebut, tim telah mempertimbangkan berbagai masukan.

"Kami tidak melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tetapi mendengarkan masukan dari Komisi Yudisial dan masyarakat," ujarnya.

Dikutip dari situs Mahkamah Agung pada Senin (16/11/2015), berikut kelima belas hakim terpilih itu: 

Tingkat Banding:
1. M. Yulie Bartin Setyaningsih - PT Jakarta
2. Hulman Siregar - PT Palangkaraya
3. Uding Sumardiana - PT Jakarta
4. Tigor Samosir - PT Medan

Tingkat Pertama:
1. Soeherman - PT Tanjung Karang
2. Dedi Ruswandi - PT Bandung
3. Gustap Paiyan Maringan - PT Medan
4. DR. Edwar - PT Pekanbaru
5. Ali Muhtarom - PT Semarang
6. Ibnu Kholik - PT Bandung
7. Mulyono Dwi Purwanto - PT Jakarta
8. Darwin Panjaitan - PT Pekanbaru
9. Bernard Panjaitan - PT Medan
10. Efendy Hutapea - PT Jakarta
11. Aminul Rahman - PT Makassar.

Hakim Bermasalah

Sebanyak 15 calon hakim ad hoc itu dipilih dari total 58 calon hakim yang menjalani seleksi di Bogor, Jawa Barat.

Koalisi Pemantau Peradilan, yang melakukan penelusuran jejak rekam terhadap 58 calon itu, mengungkapkan bahwa tidak satu calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi pun yang layak diluluskan.

"Kami, misalnya, menemukan 18 calon hakim ad hoc yang terindikasi merupakan 'pencari kerja'. Indikasi ini dilihat dari adanya calon yang pernah mengikuti beberapa seleksi calon pejabat publik, atau sedang tahap persiapan pensiunan atau bahkan telah pensiun," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch ICW), Aradila Caesar.

Menurut Aradila, tim seleksi terlalu terfokus pada kompetensi dasar, misalnya pengetahuan dan pemahaman penanganan kasus korupsi secara teori dan praktik. Pertanyaan yang dilontarkan seputar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan asas hukum pidana.

Selain itu, pertanyaan yang sangat dasar yang harus diketahui hakim perkara korupsi tak dapat dijawab secara baik oleh semua calon hakim.

Ke-58 calon tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup baik dalam isu korupsi. Banyak yang kesulitan menjelaskan perbedaan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

Tim seleksi, tambah Aradila, juga kurang menggali bagian integritas dan independensi calon.

Hanya ada beberapa calon yang ditanyakan seputar persoalan integritas dan independensi, tetapi tidak mencoba untuk menggali lebih jauh persoalan tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com