JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar digital forensik Ruby Z Alamsyah mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir disadap kepolisian dalam pemantauan aktivitas netizen di dunia maya.
Pemantauan netizen ini muncul setelah adanya Surat Edaran Kapolri nomor SE/6/X/2015 pada 8 Oktober 2015 tentang penanganan ujaran kebencian.
Ruby menilai polisi belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk menyadap semua jaringan sosial media yang dimiliki netizen di Indonesia.
"Baik dari teknologi dan penyidiknya, Polri masih belum punya infrastruktur yang memadai untuk menyadap semua aktivitas di dunia maya," ujar Ruby saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/10/2015).
Doktor Teknologi Informasi dari Institut Teknologi Bandung ini memprediksi, kepolisian akan lebih banyak melakukan pemantauan dunia maya apabila sudah menjadi perbincangan hangat.
"Jadi sifatnya ke proaktif. Ada alert, baru mereka kerjakan secara manual. Cukup simpel karena semua yang ada di internet pasti ada jejaknya," kata Ruby.
Ruby yang memiliki sertifikat internasonal di bidang digital forensik ini pun sudah berkali-kali membantu aparat kepolisian dalam membongkar kasus yang membutuhkan keahlian IT. Kasus itu seperti kasus pembunuhan Munir, kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain, hingga kasus penggelapan pajak.
Dari pengalamannya itu, Ruby melihat untuk tindak pidana yang bersifat penyebaran fitnah atau pun penghasutan, polisi baru bergerak setelah timbul keramaian.
Maka dari itu, dia memastikan teknologi penyadapan yang dikhawatirkan akan membatasi gerak netizen berpendapat di media sosial tidak terjadi. Namun, Ruby meminta agar aparat kepolisian bisa merinci keyword yang menjadi bidikan mereka.
"Keyword ini yang harus dipastikan memenuhi unsur-unsur yang disebut ujaran kebencian itu," kata dia.
Selain itu, Ruby menuturkan saksi ahli bahasa juga harus dilibatkan penyidik untuk menentukan sebuah kalimat dalam konten media sosial memenuhi unsur kebencian atau tidak.
"Keyword ini yang harus dipastikan," tutur Ruby.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 pada 8 Oktober 2015 tentang penanganan ujaran kebencian agar polisi lebih peka terhadap potensi konflik sosial dengan segera mendeteksi dan mendamaikan pihak-pihak yang berselisih.
Surat edaran ini diterbitkan lantaran ujaran kebencian bisa menimbulkan terjadinya kebencian kolektif, diskriminasi, pengucilan, kekerasan, sampai pembantaian etnis. (Baca: Surat Edaran Kapolri soal Penanganan Ujaran Kebencian Disebar ke Polda)
Ujaran kebencian yang dimaksud adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.