Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setara Desak Jokowi Bentuk Komisi Ad Hoc Terkait Pelanggaran HAM

Kompas.com - 29/09/2015, 03:07 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Komisi Ad Hoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Komisi ini nantinya diharapkan mampu melakukan kajian terhadap semua laporan terkait kasus pelanggaran HAM.

"Kami mengusulkan agar komisi ini diisi sejumlah tokoh masyarakat dengan komitmen yang tinggi pada kemanusiaan dan HAM," ucap Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos di Kantor Setara, Jakarta, Senin (28/9/2015).

Bonar menambahkan, tokoh-tokoh tersebut haruslah bukan perwakilan dari berbagai kementerian atau institusi negara, seperti TNI, Polri, atau BIN. Namun, Setara mengharapkan tokoh independen dan imparsial atau tidak berpihak. Menurut dia, dalam kontruksi hukum HAM, aktor utama pelanggarannya adalah negara, sehingga mustahil jika lembaga tersebut diisi oleh elemen negara.

Bonar menjelaskan, pembentukan lembaga tersebut haruslah merupakan sesuatu yang berbeda dari langkah yang dilakukan oleh Menko Polhukam dan Jaksa Agung yang hanya mendesain rencana permintaan maaf dan pemulihan korban.

Selain itu, dalam kesempatan yang sama  Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan bahwa permintaan maaf tidak menggugurkan kewajiban negara untuk mengungkapkan kebenaran sebuah peristiwa dan kewajiban memulihkan hak-hak korban.

"Permintaan maaf adalah proses terpisah dari upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu," kata Hendardi.

Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban Pelanggaran HAM nantinya diharapkan mampu mengungkap kebenaran dan merekomendasikan langkah lanjut apakah sebuah kasus dapat direkonsiliasi atau diselesaikan melalui mekanisme pengadilan. Karena itu, komisi ini harus diberi mandat yang jelas dan kuat.

Bonar juga memaparkan sejumlah tugas untuk komisi negara tersebut. Di antaranya, meminta agar semua dokumen publik yang berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu dibuka ke publik, termasuk dokumen yang dimilki aparat keamanan dan intelijen, mengidentifikasi dan menyusun daftar nama-nama pelaku dan korban dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta menyusun laporan atau semacam buku putih untuk setiap kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Kemudian laporan tersebut harus bisa diakses oleh publik dan menjadi bagian dari pelajaran sejarah dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah," ujar Bonar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com