JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Fraksi Hanura di MPR Sarifuddin Sudding tidak setuju dengan usulan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang akan diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Menurut dia, usulan amandemen itu terkesan hanya ditujukan untuk meningkatkan kewenangan DPD, bukan untuk kepentingan bangsa yang lebih luas.
"Apabila amandemen UUD untuk kepentingan bangsa, untuk kepentingan rakyat, kita setuju. Tapi, kalau hanya untuk kepentingan institusi, untuk memperlebar kewenangannya, itu hanya jangka pendek," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Menurut Sudding, akan lebih baik bila amandemen UUD 1945 didasarkan pada hal-hal yang menyangkut kepentingan bangsa dan dapat berefek jangka panjang. Dia mencontohkan tentang dimunculkannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara yang sempat dihapus pada saat amandemen keempat UUD 1945. Dia menilai keberadaan GBHN penting untuk mewujudkan kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan daerah.
"GBHN itu tetap perlu dijadikan pedoman," ucapnya.
Sudding merasa pesimistis bahwa amandemen UUD 1945 ini akan terwujud jika DPD hanya menyasar pada penguatan lembaga mereka. Hal itu karena amandemen harus diusulkan oleh sekurang-kurangnya oleh dua pertiga anggota MPR. Setelah itu, usulan tersebut harus disetujui oleh minimal dua pertiga anggota MPR yang hadir dalam sidang.
Wacana DPD mengamandemen UUD 1945 muncul setelah upaya DPD melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi tidak berhasil. Sejumlah langkah, mulai dari perumusan konsep amandemen hingga pendekatan politik, diambil untuk mendapat dukungan sejumlah pihak.
"Tentunya, untuk saat ini, kami akan mengimplementasikan dulu apa yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, putusan itu tidak mengurangi semangat kami untuk mendorong amandemen UUD 1945 dan memperkuat kewenangan DPD," kata Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad, Minggu (27/9/2015), seperti dikutip harian Kompas edisi Senin (28/9/2015).
Pada 22 September lalu, MK hanya mengabulkan sebagian permohonan uji materi DPD. MK hanya mengabulkan ketentuan terkait dengan kewenangan DPD mengusulkan dan turut membahas sejumlah rancangan undang-undang terkait otonomi daerah, kemandirian dalam penyusunan anggaran DPD yang harus disesuaikan dengan kemampuan pemerintah, serta mekanisme pengusulan RUU, yaitu dari pimpinan DPD disampaikan kepada pimpinan DPR dan presiden (sebelumnya hanya kepada pimpinan DPR).
Namun, MK tidak mengabulkan permohonan DPD terkait dengan perubahan penyampaian pertimbangan DPD dalam RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta RUU di bidang pajak, pendidikan, dan agama. DPD ingin pertimbangan disampaikan pada rapat paripurna (pembahasan tingkat II), tetapi MK menyatakan pertimbangan DPD sebaiknya diberikan sebelum pembahasan RUU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.