Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan Komnas HAM Seharusnya Tak Wacanakan Rekonsiliasi Kasus HAM

Kompas.com - 15/09/2015, 07:47 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Setara Institute, Hendardi, mengkritik rencana pemerintah dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berencana melakukan rekonsiliasi dengan korban pelanggaran berat HAM. Menurut Hendardi, rekonsiliasi adalah jalan terakhir setelah ada upaya penyidikan.

Hendardi mengatakan, Komnas HAM telah banyak memberikan rekomendasi hasil penyelidikan kasus pelanggaran berat HAM kepada Jaksa Agung. Akan tetapi, rekomendasi Komnas HAM selalu dimentahkan oleh kejaksaan dengan alasan sulit menemukan bukti dan saksi.

"Menurut saya keliru karena proses penyidikan tidak pernah dilakukan," kata Hendardi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (14/9/2015) malam.

Ia mengaku telah memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung agar proses rekonsiliasi ditunda. Hendardi pun mempertanyakan Komnas HAM yang mendorong rekonsiliasi tersebut.

"Komnas HAM ini ngawur, harusnya dia ngotot supaya dilakukan penyidikan," ujarnya.

Beberapa waktu lalu, komisioner Komnas HAM periode 2007-2012, Ahmad Baso mengatakan bahwa Jaksa Agung HM Prasetyo merupakan tokoh kunci untuk dapat menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu. Menurut Ahmad, rekomendasi Komnas HAM tidak akan membawa pengaruh apa pun jika Jaksa Agung tidak memiliki niat serius untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Susah diselesaikan kalau kasus pelanggaran HAM dilihat Jaksa Agung secara politis," kata Ahmad, Rabu (29/7/2015).

Ia menuturkan, wewenang Komnas HAM dalam menangani kasus pelanggaran HAM berkurang setelah munculnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam UU tersebut, kata Ahmad, penyelidikan kasus pelanggaran HAM dapat naik ke penyidikan hanya dengan rekomendasi Jaksa Agung.

Berdasarkan pengalaman, Ahmad mengakui bahwa Komnas HAM kesulitan mendapatkan bukti forensik, contohnya untuk kasus penembakan misterius. Pasalnya, Komnas HAM tidak lagi berwenang menggali makam korban jika tidak diizinkan oleh Jaksa Agung. Sejalan dengan itu, lanjut Ahmad, Jaksa Agung juga terkesan tidak serius menindaklanjuti rekomendasi hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Menurut Ahmad, Jaksa Agung menolak rekomendasi itu karena tim penyelidik Komnas HAM tidak pernah disumpah dalam menjalankan tugasnya.

"Berkas pelanggaran HAM menumpuk di lemarinya Jaksa Agung. Rekomendasi kita dipermainkan, Jaksa menggunakan bahasa KUHAP soal bukti dan macam-macam," ungkapnya.

Ahmad juga meminta pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara manusiawi. Ia menilai permintaan maaf dari pemerintah pada korban atau keluarga korban pelanggaran HAM harus disampaikan dengan pemberian kompensasi yang sepadan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan Hari Lansia Nasional 2024 Bakal Digelar di Aceh Utara

Puncak Perayaan Hari Lansia Nasional 2024 Bakal Digelar di Aceh Utara

Nasional
Sindir Impor Beras, Megawati: Dibuat Sedemikian Rupa, sepertinya Kekurangan Terus

Sindir Impor Beras, Megawati: Dibuat Sedemikian Rupa, sepertinya Kekurangan Terus

Nasional
17 Sikap PDI-P Hasil Rakernas, Mandatkan Kembali Megawati Jadi Ketua Umum

17 Sikap PDI-P Hasil Rakernas, Mandatkan Kembali Megawati Jadi Ketua Umum

Nasional
Sindir Puan dan Risma, Megawati: Penggede Partai Lama-lama Tambah Cengeng

Sindir Puan dan Risma, Megawati: Penggede Partai Lama-lama Tambah Cengeng

Nasional
Anggota DPR Komisi III: Kapolri dan Jaksa Agung Perlu Duduk Bersama Telusuri Isu Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88

Anggota DPR Komisi III: Kapolri dan Jaksa Agung Perlu Duduk Bersama Telusuri Isu Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88

Nasional
Penutupan Rakernas PDI-P, Megawati Sebut Sudah Beri Tugas untuk Ahok

Penutupan Rakernas PDI-P, Megawati Sebut Sudah Beri Tugas untuk Ahok

Nasional
PDI-P Putuskan Hanya Jalin Kerja Sama Politik dengan Pihak yang Tingkatkan Kualitas Demokrasi

PDI-P Putuskan Hanya Jalin Kerja Sama Politik dengan Pihak yang Tingkatkan Kualitas Demokrasi

Nasional
Megawati Cerita Kerap Kunjungi Ahok di Tahanan

Megawati Cerita Kerap Kunjungi Ahok di Tahanan

Nasional
PDI-P Serahkan Mandat ke Megawati Tentukan Sikap Partai ke Pemerintah

PDI-P Serahkan Mandat ke Megawati Tentukan Sikap Partai ke Pemerintah

Nasional
Air Mata Puan dalam Pembacaan Sikap Politik PDI-P...

Air Mata Puan dalam Pembacaan Sikap Politik PDI-P...

Nasional
Sambil Menangis, Puan Minta Maaf Ada Kader PDI-P Tak Beretika dan Langgar Konstitusi

Sambil Menangis, Puan Minta Maaf Ada Kader PDI-P Tak Beretika dan Langgar Konstitusi

Nasional
Sikap Politik PDI-P: Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah, Minta Evaluasi Sistem Pemilu

Sikap Politik PDI-P: Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah, Minta Evaluasi Sistem Pemilu

Nasional
Soal Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Presiden Diminta Lakukan Evaluasi Kepolisian dan Kejaksaan

Soal Isu Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Presiden Diminta Lakukan Evaluasi Kepolisian dan Kejaksaan

Nasional
KPK Sebut Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Punya Banyak Aset atas Nama Orang Lain

KPK Sebut Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Punya Banyak Aset atas Nama Orang Lain

Nasional
Komisi III Akan Tanyakan Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus ke Polri dan Kejagung

Komisi III Akan Tanyakan Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus ke Polri dan Kejagung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com