Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK: Naif jika Korupsi Dipandang dari Banyaknya Uang yang Dinikmati

Kompas.com - 14/09/2015, 19:05 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Mochamad Wiraksajaya, mengatakan bahwa korupsi tidak hanya berkutat pada seberapa banyak uang yang dinikmati terdakwa dalam tindak pidana korupsinya. Pemaknaan seperti itu merupakan kemunduran cara pikir dan berhukum dalam pemberantasan korupsi.

"Dalam tindak pidana korupsi, naif kalau menilai tindak pidana korupsi hanya dari berapa banyak uang hasil korupsi yang dinikmati terdakwa," ujar jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/9/2015).

Hal itu disampaikan untuk menanggapi nota keberatan yang diajukan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali. Dalam keberatannya, Suryadharma selaku terdakwa mengatakan bahwa ia tidak menerima satu rupiah pun dari penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama.

Menurut jaksa, tindak koruptif yang dilakukan Suryadharma tidak hanya memperkaya diri sendiri, tetapi juga keluarga, kerabat, kader Partai Persatuan Pembangunan, dan sejumlah anggota DPR RI. Selain itu, korupsi tidak hanya dinilai dalam bentuk uang.

"Korupsi tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tapi juga memperkaya orang lain dan keuntungan yang didapat tidak selalu dalam bentuk uang," kata jaksa.

KPK telah menyita sehelai kain kiswah yang diberikan oleh pengusaha asal Arab Saudi, Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin, kepada Suryadharma. Pemberian kain itu disebut sebagai imbalan untuk Suryadharma karena meloloskan penawaran penyewaan rumah jamaah haji pada tahun 2010 yang diajukan Cholid.

Suryadharma menilai bahwa penyitaan kiswah oleh KPK tidak beralasan. Menurut dia, kiswah itu tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat memperkaya dia, tetapi hanya memiliki nilai spiritual.

"Beberapa banyak benda mahal justru bernilai bukan dari nilai intrinsiknya, tapi dari penilaian sisi lainnya seperti faktor historis dan religiusitas," kata jaksa.

Jaksa menilai bahwa Suryadharma selaku Menteri Agama semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual, seperti keadilan dan kejujuran. Jaksa juga berpendapat bahwa rekrutmen Petugas Penyelenggara Ibadah Haji yang ditunjuk anggota DPR RI dan Suryadharma penuh dengan praktik kolutif.

"Penyewaan perumahan jamaah haji yang tidak memenuhi standar dan pemanfaataan sisa kuota haji nasional oleh segelintir orang telah mencederai animo masyarakat yang begitu tinggi untuk menunaikan ibadah haji. Hal itu juga merusak rasa keadilan masyarakat, khususnya calon jamaah haji yang masih dalam daftar antrean," kata jaksa.

Dalam kasus ini, Suryadharma didakwa menyalahgunakan wewenang sewaktu menjabat sebagai Menteri Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Perbuatannya dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi. Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com