JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilh Badrun, berpendapat, keputusan Partai Amanat Nasional bergabung dengan pemerintah tidak baik bagi demokrasi di Indonesia. Alasannya, kekuatan oposisi sebagai pengawas kebijakan pemerintah akan berkurang.
"Salah satu ciri demokrasi yang berkualitas adalah oposisi yang kuat untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, kebijakan PAN untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan 'erosi' keseimbangan politik," ujar Ubedilah di Jakarta, Rabu (2/9/2015), seperti dikutip Antara.
Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) ini melanjutkan, keseimbangan politik yang tidak sehat akan membuat apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan sebuah kebenaran. (Baca: KMP Yakin Tetap Solid meski Tanpa PAN)
Dengan terjalinnya hubungan dengan pemerintah, secara kuantitatif, persentase suara PAN saat Pemilu 2014 akan beralih ke kubu Presiden Joko Widodo.
"Tentu saja ini akan menguntungkan pemerintahan Jokowi," kata Ubedilah.
Selain itu, pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta tahun 1996 tersebut menyebutkan, PAN telah mengambil langkah pragmatis dengan meninggalkan posisi oposisi Koalisi Merah Putih. (Baca: PAN Gabung ke Pemerintah, Zulkifli Yakin Jumlah Investor Akan Meningkat)
Dia menambahkan, dalam idealisme politik, hal itu bisa disebut sebagai "pengkhianatan" bagi kelompok oposisi.
"Saya melihat ada indikasi transaksi untuk perombakan kabinet jilid kedua. PAN mengincar posisi di kabinet," kata Ubedilah. (Baca: "Tidak Ada Makan Siang Gratis, Pasti PAN Akan Masuk Kabinet")
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumya tertawa saat disinggung soal jatah PAN di Kabinet Kerja. (Baca: Ditanya Jatah PAN di Kabinet, Zulkifli Hasan Tertawa)
"Ha-ha-ha... Soal jabatan, itu hak prerogatif Presiden," kata Zulkifli saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Rabu (2/9/2015).
Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin kehadiran Partai Amanat Nasional dalam koalisi pendukung pemerintah bakal memperkuat pemerintahan meskipun secara umum hubungan antar-partai politik di Indonesia sudah cair atau tidak lagi terbagi dalam dua blok besar."Walaupun sebenarnya secara keseluruhan partai-partai kan tidak ada lagi partai oposisi atau apa, semuanya sudah cair. Tetapi, kita berterima kasih karena kalau secara angka artinya partai pemerintah sudah 52 persen (di DPR) walaupun sebenarnya sudah cair sekarang," kata Kalla.
Dengan bergabungnya PAN, parpol pendukung pemerintah mendapat tambahan dukungan di DPR sebesar 48 kursi atau 8,57 persen. Sebelumnya, parpol pendukung pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat masih minoritas di DPR, yang diisi Fraksi PDI-P (109 kursi atau 19,46 persen), F-PKB (47 kursi atau 8,39 persen), F-Partai Nasdem (36 kursi atau 6,43 persen), dan F-Partai Hanura (16 kursi atau 2,86 persen).
Dua parpol lainnya belum bulat mendukung pemerintah karena masih terjadi dualisme kepengurusan. Dua parpol itu ialah Partai Golkar (91 kursi atau 16,25 persen) dan PPP (39 kursi atau 6,96 persen). Dukungan politisi di dua parpol itu masih terpecah antara KIH dan Koalisi Merah Putih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.