Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan PAN Gabung ke Pemerintah Dinilai Tak Baik bagi Demokrasi

Kompas.com - 03/09/2015, 11:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilh Badrun, berpendapat, keputusan Partai Amanat Nasional bergabung dengan pemerintah tidak baik bagi demokrasi di Indonesia. Alasannya, kekuatan oposisi sebagai pengawas kebijakan pemerintah akan berkurang.

"Salah satu ciri demokrasi yang berkualitas adalah oposisi yang kuat untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, kebijakan PAN untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan 'erosi' keseimbangan politik," ujar Ubedilah di Jakarta, Rabu (2/9/2015), seperti dikutip Antara.

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) ini melanjutkan, keseimbangan politik yang tidak sehat akan membuat apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan sebuah kebenaran. (Baca: KMP Yakin Tetap Solid meski Tanpa PAN)

Dengan terjalinnya hubungan dengan pemerintah, secara kuantitatif, persentase suara PAN saat Pemilu 2014 akan beralih ke kubu Presiden Joko Widodo.

"Tentu saja ini akan menguntungkan pemerintahan Jokowi," kata Ubedilah.

Selain itu, pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta tahun 1996 tersebut menyebutkan, PAN telah mengambil langkah pragmatis dengan meninggalkan posisi oposisi Koalisi Merah Putih. (Baca: PAN Gabung ke Pemerintah, Zulkifli Yakin Jumlah Investor Akan Meningkat)

Dia menambahkan, dalam idealisme politik, hal itu bisa disebut sebagai "pengkhianatan" bagi kelompok oposisi.

"Saya melihat ada indikasi transaksi untuk perombakan kabinet jilid kedua. PAN mengincar posisi di kabinet," kata Ubedilah. (Baca: "Tidak Ada Makan Siang Gratis, Pasti PAN Akan Masuk Kabinet")

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumya tertawa saat disinggung soal jatah PAN di Kabinet Kerja. (Baca: Ditanya Jatah PAN di Kabinet, Zulkifli Hasan Tertawa)

"Ha-ha-ha... Soal jabatan, itu hak prerogatif Presiden," kata Zulkifli saat dijumpai di Kompleks Parlemen, Rabu (2/9/2015).

Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin kehadiran Partai Amanat Nasional dalam koalisi pendukung pemerintah bakal memperkuat pemerintahan meskipun secara umum hubungan antar-partai politik di Indonesia sudah cair atau tidak lagi terbagi dalam dua blok besar.

"Walaupun sebenarnya secara keseluruhan partai-partai kan tidak ada lagi partai oposisi atau apa, semuanya sudah cair. Tetapi, kita berterima kasih karena kalau secara angka artinya partai pemerintah sudah 52 persen (di DPR) walaupun sebenarnya sudah cair sekarang," kata Kalla.

Dengan bergabungnya PAN, parpol pendukung pemerintah mendapat tambahan dukungan di DPR sebesar 48 kursi atau 8,57 persen. Sebelumnya, parpol pendukung pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat masih minoritas di DPR, yang diisi Fraksi PDI-P (109 kursi atau 19,46 persen), F-PKB (47 kursi atau 8,39 persen), F-Partai Nasdem (36 kursi atau 6,43 persen), dan F-Partai Hanura (16 kursi atau 2,86 persen).

Dua parpol lainnya belum bulat mendukung pemerintah karena masih terjadi dualisme kepengurusan. Dua parpol itu ialah Partai Golkar (91 kursi atau 16,25 persen) dan PPP (39 kursi atau 6,96 persen). Dukungan politisi di dua parpol itu masih terpecah antara KIH dan Koalisi Merah Putih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com