JAKARTA, KOMPAS.com - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengungkapkan bahwa pengalamannya menjadi juru bicara KPK banyak menimbulkan hal yang tidak menyenangkan. Johan mengaku telah mundur dari posisi tersebut tapi tetap diposisikan seperti juru bicara karena sejumlah alasan.
"Enggak enak jadi jubir, jadi musuh banyak orang, karena waktu itu kan lagi kisruh," kata Johan, saat menjalani wawancara tahap akhir di hadapan Pansel KPK, di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Johan menjelaskan, kiprahnya di KPK dimulai sebagai staf fungsional di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK pada 2005. Tiga tahun berikutnya, Johan diangkat menjadi Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. Lalu pada 2009 Johan diangkat menjadi Kepala Biro Humas KPK.
Ia mengaku telah diposisikan sebagai juru bicara oleh pimpinan KPK sejak 2007. Johan mengaku langsung mengundurkan diri sebagai juru bicara KPK sejak diangkat menjadi Deputi Pencegahan KPK pada 2014, dan ditunjuk menjadi pimpinan sementara KPK pada 2015.
"Tapi saya yang selalu diminta (menjadi jubir) supaya enggak kepeleset. Akhirnya saya turun lagi, kebablasan sampai sekarang. 'Saya mau menjelaskan kalau didampingi Johan Budi,' sampai ada yang bilang begitu," ungkapnya.
Pantas jadi pimpinan
Johan mengaku pantas menjadi pimpinan KPK meski bukan sarjana hukum. Menurut Johan, KPK memerlukan pimpinan yang berlatar belakang berbeda namun mengerti hukum untuk menyempurnakan kepemimpinan lembaga tersebut.
"Saya memang bukan sarjana hukum, tapi yang dibutuhkan KPK banyak hal," ujarnya.
Seandainya terpilih menjadi pimpinan KPK, Johan ingin memperbaiki pola komunikasi KPK dengan lembaga penegak hukum yang lainnya. Kekisruhan antara KPK dengan Polri beberapa waktu lalu ia anggap salah satunya disebabkan oleh pola komunikasi yang tidak efektif.
"Maka ke depan bangun komunikasi secara kelembagaan," ucap Johan.