"Memang masih abu-abu, misalnya soal hukum acara. Kalau ada hakim yang melanggar hukum acara, itu kan termasuk tidak profesional, jadi bisa juga menjadi kewenangan KY. Tetapi seharusnya memang diperjelas, syukur-syukur melalui undang-undang," kata Imam, saat ditemui di Gedung KY, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2015).
Meski demikian, menurut Imam, selama ini KY selalu berupaya untuk tidak mencampuri kewenangan MA dalam mengadili hakim yang diduga melanggar aturat terkait putusan pengadilan. KY selalu memberikan kewenangan kepada MA terkait hal-hal di luar pelanggaran etik hakim.
Imam mengatakan, beberapa hal yang menyangkut kegiatan pengawasan dan pemberian sanksi kepada hakim juga harus lebih diperjelas melalui peraturan. Misalnya, saat KY memberikan rekomendasi sanksi bagi hakim yang diputuskan melanggar kode etik perilaku hakim.
Dalam aturan, dijelaskan bahwa rekomendasi yang diberikan KY harus diputuskan oleh MA dengan batas waktu tidak lebih dari 60 hari. Namun, menurut Imam, selama ini tidak pernah ada kejelasan soal kelanjutan dari rekomendasi KY tersebut.
"Seharusnya, kalau MA merasa ada yang salah dalam rekomendasi itu, MA dapat memanggil KY dan melakukan pemeriksaan bersama. Tetapi saat ini tidak ada," kata Imam.
Untuk itu, Imam berharap agar revisi Undang-Undang Komisi Yudisial dapat memberikan kejelasan mengenai kewenangan masing-masing lembaga. Menurut dia, baik KY mau pun MA, perlu memiliki hubungan yang harmonis, guna menciptkan sistem peradilan yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.