Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Disarankan Terbitkan Perppu untuk Beri Sanksi Parpol yang Tak Usung Calon

Kompas.com - 10/08/2015, 17:50 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi menilai, partai politik yang tak mengusung pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah serentak 2015 layak diberi sanksi. Sanksi tersebut bisa diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang diterbitkan Presiden Joko Widodo.

Muradi menganggap, parpol yang tak mengusung calon kepala daerah secara tidak langsung sudah menyandera demokrasi di Indonesia. Pilkada akan ditunda hingga 2017 bagi daerah yang tidak memiliki minimal dua pasangan calon kepala daerah.

“Sanksi tersebut mulai denda materi hingga pencabutan keikutsertaan partai bersangkutan di daerah," kata Muradi, Senin (10/8/2015).

Muradi mengatakan, fungsi parpol dalam melakukan rekruitmen, mengakselerasi kehendak publik, hingga kaderisasi kepemimpinan politik harus selaras dengan hak konstitusi publik untuk memilih pemimpinnya. (baca: Tjahjo Usulkan Parpol yang Tak Usung Calon Pilkada Diumumkan ke Publik)

Jika parpol tak mengusung calon dalam pilkada, maka Muradi menilai, fungsi parpol terancam disandera oleh kepentingan pragmatisme segelintir elite politik. Pragmatisme politik ini cenderung memanfaatkan celah peraturan terkait pilkada, baik di UU pilkada maupun peraturan KPU.

“Perpanjangan masa pendaftaran untuk tujuh daerah yang masih memiliki satu pasang calon juga dalam hemat saya tidak cukup membantu," ucapnya.

Pengajar politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran ini menambahkan, nantinya tahapan pemberian sanksi bisa dilakukan dengan dua skema. Pertama, skema berjenjang dengan basis penilaian penyelenggara pemilu, baik KPU kabupaten/kota maupun provinsi bersama Panwaslu kabupaten/kota dan Bawaslu Provinsi.

Pada skema ini, bisa saja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ikut dilibatkan. Rekomendasi sanksi ini juga perlu melibatkan unsur Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM agar menegaskan asas keterlibatan bersama. (baca: Menko Polhukam Optimistis Calon Kepala Daerah di 7 Wilayah Bertambah)

Skema kedua, tambah dia, KPUD atau Panwas bisa melakukan penilaian dengan membentuk semacam panel ahli yang berasal dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam menilai partai-partai politik tersebut.

Dengan begitu, akan didapat penilaian yang berintegritas untuk merekomendasikan pencabutan keikutsertaaan partai bersangkutan di daerah tersebut melalui KPU, Bawaslu pusat dengan pelibatan DKPP ke pemerintah.

“Dua skema pemberian sanksi tersebut harus juga ditegaskan ada dalam Perppu sebagai respons dari kebuntuan atas praktik tidak sehat sejumlah partai politik di sejumlah daerah tersebut. Sehingga pilkada serantak bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya,” ucap Muradi.

Hingga ditutupnya hari pertama perpanjangan pendaftaran pemilihan kepala daerah, Minggu (9/8/2015) pukul 16.00, belum ada tambahan bakal calon kepala daerah yang mendaftarkan diri di tujuh daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon.

Tujuh daerah tersebut adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Pacitan di Jawa Timur, Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Samarinda di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pendaftaran rencananya akan dibuka hingga Selasa (11/8/2015) besok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com