JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI Jazuli Juwaini mengkritik usulan pemerintah untuk memasukkan kembali pasal larangan penghinaan terhadap presiden dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ia menganggap pasal itu bersifat feodalistis.
"Pasal itu kan pasal feodal, sejarahnya dulu adalah untuk memproteksi penguasa kolonial dari kritik kaum pribumi," kata Jazuli, Rabu (5/8/2015).
Menurut dia, menghidupkan pasal itu sama saja dengan kemunduran demokrasi. Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus memikirkan persoalan-persoalan besar yang menyangkut kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
"Tantangan bagi siapa pun yang menjadi presiden untuk bekerja dan fokus saja memikirkan agenda besar pembangunan bangsa. Kalau kinerjanya baik, negara maju, pasti juga akan dicintai rakyatnya," kata dia.
Menurut Jazuli, pasal larangan menghina presiden itu telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 dengan argumentasi konstitusionalitas yang jelas serta mempertimbangkan kemajuan kehidupan berdemokrasi. Pemerintah seharusnya taat pada putusan MK sebagai penjaga dan penafsir konstitusi, bukan malah memberi contoh melanggar putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Jangan sampai sikap pemerintah ini menjadi preseden buruk atas terjadinya pelanggaran atau pengabaian putusan-putusan MK, sehingga menjatuhkan marwah lembaga demokrasi ini," kata Jazuli.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Banten itu juga mengimbau kepada semua pihak untuk mengedepankan kesantunan dan menghormati kepala negara dalam menyampaikan kritik dan saran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.