Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Mantan Hakim Ketua Kasus Cebongan Ingin Jadi Komisioner KY

Kompas.com - 04/08/2015, 18:34 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Salah seorang calon komisioner Komisi Yudisial, Joko Sasmito, mengungkapkan alasannya mengikuti seleksi calon komisioner KY. Pada tes wawancara dengan Panitia Seleksi Calon Komisioner KY, Selasa (4/8/2015), Joko mengaku mendaftarkan diri karena ingin meningkatkan koordinasi antara KY dan Mahkamah Agung. 

Joko, yang berpangkat Kolonel TNI dan pernah menjadi Ketua Majelis Hakim dalam kasus penyerbuan di LP Cebongan itu, menuturkan, ia banyak mendapatkan informasi mengenai KY setelah rutin membaca tabloid atau buletin KY. Dengan informasi yang diserapnya, ia menilai ada yang perlu diperbaiki terkait hubungan KY dengan MA.

"Hubungan KY dengan MA resistensinya masih tinggi. Arahan dari MA, KY katanya begini begitu. Komentar KY, katanya MA yang begini begitu. Komunikasinya belum bagus," kata Joko saat mengikuti tes wawancara di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa.

Menurut Joko, KY dan MA seharusnya bisa melepas ego sektoral dan dapat duduk bersama memperbaiki peradilan di Indonesia. Khusus saat perekrutan hakim tingkat pertama, Joko yakin tidak akan ada lagi perdebatan jika KY dan MA memiliki komitmen yang sama dalam memilih hakim berintegritas.

"Seharusnya duduk bareng, pasti bisa itu. Ini hanya soal komunikasi," ujarnya.

Terkait perbaikan peradilan di Indonesia, Joko bertekad akan meminta semua hakim untuk tepat waktu menggelar persidangan sesuai waktu yang dijadwalkan. Pernyataan itu dicatat sebagai janji Joko oleh anggota Pansel KY, Maruarar Siahaan.

"Saya terbiasa di pengadilan militer, dijadwal jam 10.00, mulai jam 10.00. Kalau di pengadilan lain, dijadwalkan jam 10.00, persidangan bisa mulai jam 02.00 (siang)," ungkapnya.

Tes wawancara dimanfaatkan Joko untuk meyakinkan Pansel bahwa ia layak dipilih menjadi komisioner KY dan mampu menjaga independensinya. Ia menyebutkan memiliki banyak pengalaman saat menjadi hakim di pengadilan militer. Joko pernah memutuskan pemecatan untuk atasannya yang saat itu berpangkat kapten karena terbukti melakukan atau terlibat dalam kasus penipuan.

Ia juga mengaku pernah menjadi hakim untuk kasus-kasus besar, seperti kasus Tragedi Semanggi dan kasus pembunuhan direktur PT Asaba.

"Kalau ditanya bangga atau tidak, ini bukan soal bangga. Tapi kalau ditunjuk (untuk menangani), saya pasti akan bertanggung jawab," ujarnya.

Joko juga sempat diminta mengklarifikasi mengenai jumlah harta kekayaannya saat ini oleh Pansel KY. Ia menyebut terakhir kali menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada sekitar tahun 2007/2008.

"Ya, memang rutin (menyampaikan LHKPN) kita enggak ada ya. Tahun 2008 (kekayaan saya) sekitar Rp 350 (juta)," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com