JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi membantarkan penahanan Komisaris Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Hassan Widjaja. Kuasa hukum Hassan, Tito Hananta Kusuma mengatakan, pembantaran dilakukan lantaran kondisi kesehatan kliennya tidak memungkinkan untuk ditahan.
Hassan diketahui menderita sakit gagal ginjal sejak setahun yang lalu. Tito mengatakan, ginjalnya hanya berfungsi 11 persen.
"Kami berterima kasih kepada pimpinan KPK yang melakukan pembantaran penahanan kepada beliau. Karena beliau sakit ginjal dan harus cuci darah seminggu tiga kali," ujar Tito di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/7/2015) malam.
Hassan diperiksa penyidik selama tiga jam. Ia keluar dari pintu steril KPK menggunakan kursi roda dan sudah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.
Karena kursi roda tidak dapat menuruni tangga, Hasan digendong oleh sejumlah petugas KPK dan dimasukkan ke mobil tahanan. Selanjutnya Hassan dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama tiga minggu ke depan untuk menjalani pengobatan intensif.
Tito mengatakan, sidang Hassan kemungkinan akan dilakukan bulan depan karena kedua tersangka dalam kasus ini, Direktur Utama BBJ Muhammad Bihar Sakti Wibowo dan pemegang saham BBJ bernama Sherman Rana Krisna telah lebih dulu disidangkan. Tito bersikukuh kliennya hanya korban pemerasan dari Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Rajasampurnajaya.
"Kasus ini sendiri menurut hemat kami adalah kasus pemerasan. Semua direksi PT BBJ adalah korban kekerasan kepala Bappebti dan akan kami buktikan di persidangan," kata Tito.
Dalam kasus ini, Syahrul telah menjadi terpidana. Sementara, Bihar dan Sherman merupakan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hanya Hassan yang belum ditahan KPK karena alasan kesehatan.
Ketiga tersangka diduga memberi suap kepada Syahrul Sampurnajaya sebesar Rp 7 miliar. Pemberian suap dimaksudkan agar Syahrul membantu proses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka kepada PT Indokliring Internasional.
Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang menjerat Syahrul. Aksi suap tersebut telah terungkap dalam dakwaan Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Syahrul telah divonis 8 tahun penjara.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.1`
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.