Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Penyadapan, Apa Hebatnya KPK Mendatang?

Kompas.com - 07/07/2015, 16:38 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua, mengatakan bahwa penyadapan yang dilakukan KPK efektif untuk memberantas praktik korupsi. Ia membantah jika upaya penyadapan itu dianggap melanggar hak asasi manusia.

"Orang mengatakan penyadapan KPK melanggar HAM, tetapi saya tidak melihat hal itu," kata Abdullah saat diskusi bertajuk "Revisi UU KPK" di Kompleks Parlemen, Selasa (7/7/2015).

Ia menjelaskan, KPK memiliki prosedur operasi standar yang jelas ketika melakukan penyadapan. Penyadapan pun akan dilaksanakan ketika KPK telah menemukan adanya indikator pelanggaran kejahatan yang dilakukan seseorang.

"Selain itu, penyadapan yang dilakukan KPK itu berbiaya mahal. KPK diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan melaporkan setiap tindakannya kepada Komisi III sehingga tidak bisa dengan mudah melakukan penyadapan itu," ujarnya.

Ia menyesalkan upaya pihak-pihak, khususnya DPR yang ingin melemahkan KPK dengan mengusulkan revisi atas UU KPK. Menurut dia, jika wewenang penyadapan milik KPK direvisi, maka tidak ada bedanya wewenang lembaga anti-korupsi itu dengan lembaga penegak hukum lain, sekalipun UU KPK bersifat lex specialis.

"Tanpa penyadapan, apa hebatnya KPK mendatang?" ujarnya. (Baca: Jika Kewenangan Penyadapan Dibatasi, KPK Tidak Bisa Operasi Tangkap Tangan)

Ada lima peninjauan dalam rencana revisi UU KPK. Yang menjadi sorotan publik adalah poin yang terkait dengan pengetatan kewenangan penyadapan, dibentuknya dewan pengawas KPK, dan pengaturan kembali dalam hal pengambilan keputusan yang kolektif kolegial.

Rencana revisi UU itu sendiri hingga saat ini telah masuk ke dalam daftar panjang program legislasi nasional 2015-2019 di DPR RI. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendorong pembahasan revisi UU KPK dilaksanakan pada 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com