"Kami minta Mendagri dan Presiden menolak pengunduran diri kepala daerah. Jangan mau menyetujui pengunduran diri, apalagi dengan alasan agar keluarganya dapat lolos menjadi calon kepala daerah," ujar peneliti Para Syndicate Toto Sugiarto, saat ditemui di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015).
Pengunduran diri kepala daerah menjelang dibukanya pendaftaran calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), diduga sebagai modus petahana untuk meloloskan keluarga atau kerabatnya untuk maju sebagai calon kepala daerah.
Setidaknya, kata Toto, Presiden dan Mendagri dapat menahan Surat Keputusan (SK) pemberhentian kepala daerah, hingga KPU menetapkan nama-nama calon kepala daerah. Dengan demikian, kepala daerah yang mengundurkan diri akan tetap berstatus sebagai petahana.
Pada Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, telah dimuat aturan untuk menghindari terjadinya politik dinasti di daerah. Misalnya, ditetapkan bahwa salah satu persyaratan bagi bakal calon kepala daerah, yaitu tidak boleh memiliki hububungan keluarga, atau kerabat dengan petahana, untuk mencegah timbulnya konflik kepentingan.
Saat ini, setidaknya ada empat kepala daerah yang telah mundur dari jabatannya. Mereka adalah Wali Kota Pekalongan, Bupati Ogan Ilir, Bupati Kutai Timur, dan Wakil Wali Kota Sibolga. Keempat kepala daerah tersebut diduga mundur dari jabatannya, sebagai celah untuk meloloskan keluarga dan kerabatnya yang ingin maju sebagai calon kepala daerah pada pilkada serentak 2015.
Ada pun pendaftaran pilkada serentak akan berlangsung pada 26 Juli 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.