JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting, mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menegaskan bahwa hal ini adalah rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dari upaya pelemahan KPK secara sistematis. Hal ini ia nilai berkaitan di tengah banyaknya serangan balik terhadap KPK.
Miko mengatakan, salah satu indikator berkualitas atau tidaknya produk hukum yang akan dihasilkan adalah pertimbangan momentum atau waktu, kapan dan dalam kondisi apa produk hukum itu diundangkan.
"Sudah dapat dipastikan bahwa momentum saat ini tidak tepat, dan semakin mempertebal upaya pelemahan KPK," ujar Miko kepada Kompas.com, Kamis (18/6/2015).
Terkait hal tersebut, menurut dia, perlu dipertanyakan soal motif dari pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK. Sulit untuk membuang keraguan bahwa hal ini lagi-lagi upaya untuk melemahkan KPK dengan bungkus merevisi undang-undang.
Menurut dia, jika pemerintah dan DPR berniat untuk melakukan pembaruan hukum dan kelembagaan hukum yang ada, maka yang paling memiliki urgensi untuk dilakukan adalah merevisi Undang-Undang Kepolisian. Misalnya dengan mengurangi kewenangan dan menciptakan mekanisme kontrol terhadap kewenangan Kepolisian yang dianggap lebih sering dilanggar.
"Ditambah lagi arah perubahan UU KPK yang dituju oleh Pemerintah dan DPR sama sekali belum jelas," kata Miko.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengajukan revisi UU KPK untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015. Yasonna menilai bahwa pelaksanaan UU KPK masih menimbulkan masalah yang menyebabkan terganggunya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Setidaknya, kata Yasonna, ada lima peninjauan yang harus dilakukan dalam revisi UU KPK ini. Pertama, kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM, yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro justitia. Kedua, peninjauan terkait kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung.
Ketiga, dewan pengawas perlu dibentuk untuk mengawasi KPK dalam menjalankan tugasnya. Keempat, perlu ada pengaturan mengenai pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan. Kelima, mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.