Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Kekecewaan Warga Perbatasan Kikis Nasionalisme

Kompas.com - 09/06/2015, 12:00 WIB
advertorial

Penulis


"Garuda di dadaku. Malaysia di perutku." Demikianlah seloroh warga perbatasan Indonesia-Malaysia yang santer terdengar. Mereka hidup di tanah Indonesia, namun mengais rezeki di tanah tetangga. Mereka mengenyam pendidikan di sana, bahkan menggunakan ringgit Malaysia dalam jual-beli alih-alih rupiah Indonesia.

Itulah sepenggal kisah warga perbatasan. Dengan luas wilayah yang terbentang dari Sabang hingga Marauke, Indonesia memiliki 16 provinsi yang berbatasan langsung atau tidak langsung dengan negara lain. Sayang, meski merupakan beranda atau teras negara, kehidupan penghuni perbatasan belum bisa dikatakan sejahtera.

Bagaimana tidak, kualitas pendidikan dan kesehatan mereka minim. Infrastruktur dan aksesibilitas buruk, jauh dari kata layak. Setidaknya itulah yang dikatakan Anggota Badan Pengkajian MPR RI sekaligus anggota DPR RI F-PAN Ali Taher dan Staf Khusus Kepala Bappenas Sony Harry Harmadi dalam Diskusi Pilar Negara:Masalah Wilayah Perbatasan, Senin (8/6/2015).

Bertempat di Perpustakaan MPR, Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Sony mengatakan, pembangunan daerah perbatasan merupakan prioritas nasional. Sebab jika dibiarkan berlarut-larut, maka kedaulatan ekonomi Indonesia di daerah tersebut akan terkikis sebab mereka cenderung lebih miskin dibanding masyarakat di daerah lain.

"Yang jadi permasalahan juga soal tapal batas. Ini akan sangat penting dalam rangka mengelola sumber daya alam kita. Demikian juga dari segi keamanan karena perbatasan merupakan pintu masuk segala aktivits illegal," jelas Sony kepada peserta diskusi siang itu.

Meski demikian, Taher mengungkapkan, kondisi masyarakat di tiap perbatasan tidak bisa disamaratakan. Contohnya warga perbatasan Indonesia-Malaysia dengan Indonesia-Timor Leste. Artinya, infrastruktur yang ada bisa membuat masyarakat berorientasi kepada sebuah negara.

"Memang menyedihkan. Maka dari itu, ini bukan hanya tugas pemerintah pusat, tapi juga daerah karena mereka sangat berperan dalam pembangunan perbatasan," ungkap Taher.

Untuk itulah, baik Taher maupun Sony mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Karena jika tidak, nasionalisme warga perbatasan akan terkikis. Pancasila akan hilang karena munculnya kekecewaan.

"Karena itu, negara harus hadir dalam pembangunan ini. Benahi pemerintah daerah setempat, dengan demikian ekonomi akan berkembang engan sendirinya. Kesadaran patriotisme akan muncul jika mereka merasakan kehadiran negara di masyarakat," kata Taher lagi.

Demi menyelesaikan hal tersebut, Taher dan Sony memiliki solusi untuk pemerintah, yakni memberlakukan ekonomi kerakyatan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia di wilayah tersebut, serta peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.

"Karena mereka kecewa dengan pemerintah pusat. Sumbangan mereka kepada negara besar tapi ternyata yang mereka dapatkan justru tidak ada. Listrik aja sering mati," tutup Taher.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com