Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel Adukan Budi Waseso dan Sejumlah Polisi ke Ombudsman

Kompas.com - 06/05/2015, 12:42 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, mengadukan sejumlah anggota Polri yang diduga melanggar maladministrasi saat penangkapannya ke Ombudsman RI. Salah satu yang dilaporkan adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Budi Waseso.

"Laporkan Komjen Budi Waseso atas tindakannya mengeluarkan surat perintah Bareskrim," ujar kuasa hukum Novel, Muji Kartika Rahayu, melalui siaran pers, Rabu (6/5/2015).

Surat perintah bernomor Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim itu dikeluarkan Budi tanggal 20 April 2015. Surat ini kemudian dijadikan dasar dibuatnya surat penangkapan dan penahanan terhadap Novel. (Baca: Jika Menang Praperadilan, Novel Tuntut Polri Minta Maaf di Baliho dan Ganti Rp 1)

"Ini tidak lazim dan bisa ditafsirkan sebagai intervensi terhadap penyidik," kata Muji. (Baca: Kabareskrim Bantah Beri Perintah Tangkap Novel Baswedan)

Selain mengadukan Budi, kuasa hukum menduga pelapor Novel, yaitu Brigadir (Pol) Yogi Haryanto, juga melakukan maladministrasi atas pelaporannya tersebut. Muji mempertanyakan alasan Yogi melaporkan Novel, padahal pelapor tidak mengalami langsung kejadian tersebut.

"Pelapor melaporkan peristiwa tersebut, padahal tidak mengetahui, mengalami, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi," kata Muji. (Baca: Kapolri Hormati Langkah Novel Baswedan Praperadilankan Kasusnya)

Selain itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Herry Prastowo juga tercantum sebagai salah satu nama yang diduga melanggar maladministrasi. Ia dilaporkan karena mengeluarkan surat perintah penangkapan yang tidak berdasarkan alasan yang sah.

Dalam laporan awal oleh pelapor, tuduhan terhadap Novel adalah Pasal 251 ayat 1 dan 3 KUHP. Namun, dalam surat penangkapan dan penahanan, pasal yang dikenakan kepada Novel diganti menjadi Padal 351 ayat 2 KUHP. (Baca: Kabareskrim "Keukeuh" Novel Punya Empat Rumah)

Lima penyidik yang melakukan penangkapan terhadap Novel pada Jumat (1/5/2015) dini hari di kediamannya juga dianggap melakukan maladministrasi. Lima penyidik itu adalah Kombes Prio Soekotjo, AKBP Agus Prasetyono, AKBP Herry Heryawan, AKBP TD Purwantoro, dan Kompol Teuku Arsya Kadafi.

Kelimanya dianggap melakukan penangkapan dan penahanan di luar tujuan penegakan hukum dan melanggar prosedur. Penyidik juga dianggap menghalangi akses kuasa hukum untuk menemui Novel di Bareskrim dan Mako Brimob Kelapa Dua.

"Mereka memaksa membawa ke Bengkulu, bahkan sampai akan mengangkat badan (Novel)," ujar Muji.

Selain itu, petugas piket malam di Bareskrim Polri yang bernama Mahendra juga dianggap melakukan pelanggaran administrasi. Muji mengatakan, Mahendra telah menghalang-halangi akses kuasa hukum bertemu dengan Novel untuk mendampinginya saat pemeriksaan.

Novel ditangkap pada Jumat dini hari untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pada tahun 2004. Novel sempat ditahan di Mako Brimob sebelum diterbangkan ke Bengkulu untuk menjalani rekonstruksi.

Kasus Novel ini pernah mencuat saat terjadi konflik KPK versus Polri pada 2012 saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011 dengan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Pada 2004, ada anak buah Novel yang melakukan tindakan di luar hukum yang menyebabkan korban jiwa. Novel yang mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dan ia pun sudah mendapat teguran keras.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com