JAKARTA, KOMPAS.com - Reformasi yang telah berjalan selama 17 tahun terakhir dinilai belum maksimal. Banyak agenda reformasi yang dicetuskan ketika Orde Baru masih berkuasa, justru belum terealisasi dengan baik. Salah satunya yakni peningkatan kapasitas peran penyelenggara negara bagi pelayanan masyarakat.
Hal itu diungkapkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat, dalam diskusi bertajuk "Membedah Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam Memperkuat Pemerintahan Daerah dan Demkrasi di Indonesia" di Kompleks Parlemen, Jumat (10/4/2015).
Menurut dia, reformasi yang belum maksimal hanya melahirkan persoalan baru.
"Seharusnya reformasi lebih pada penekanan kapasitas penyelenggara negara. Jadi harus ada penekanan kapasitas jasmani dan rohaninya," kata Syarif.
Selama ini, kata dia, banyak penyelenggara negara yang terpilih belum mampu memberikan pelayanan maksimal. Hal itu disebabkan karena proses pemilihan aparat penyelenggara negara yang terkesan sembarangan lantaran ada kepentingan tertentu.
"Karena state capacity absen, jadi negara absen. Sehingga yang memerintah adalah orang bayaran 'shadow state' (pemerintah bayangan). Akhirnya, kalau pun dia duduk sebagai pejabat, dia bisa dikendalikan oleh shadow state," kata dia.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo ketika kampanye menekankan pentingnya revolusi mental di dalam penyelenggaraan negara. Namun, konsep revolusi mental yang diusung Jokowi, menurut dia, belum jelas.
"Sekarang apa yang mau ditekankan (dari revolusi mental)?" ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.