JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Humphrey Djemat menilai, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tati Hadiati tak berani memperluas wewenangnya dalam menangani perkara praperadilan. Sehingga, Tati menganggap bahwa wewenang praperadilan limitatif sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Hakim tidak berani memperluas wewenangnya," kata Humphrey saat ditemui di PN Jaksel, Rabu (8/4/2015).
Tati memutuskan untuk menolak seluruh gugatan yang diajukan Suryadharma terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Humphrey berdalih, penetapan Suryadharma sebagai tersangka merupakan bagian dari upaya paksa yang dilakukan KPK. Akibatnya, KPK dapat melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen dan pencekalan terhadap mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan.
"Penetapan tersangka itu sudah merampas HAM. Sementara ada upaya pencekalan dan penyitaan itu juga upaya paksa. Itu sebabnya SDA berani mengajukan tuntutan Rp 1 triliun kepada KPK," ujar Humphrey.
Dalam putusannya, Tati menyatakan, penetapan tersangka Suryadharma oleh KPK bukan merupakan upaya paksa seperti yang didalilkan pengacara pemohon. Menurut hakim, penetapan tersangka merupakan syarat untuk melakukan upaya paksa lain seperti penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan.
Suryadharma mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2010-2013. Selain itu, mantan Ketua Umum PPP itu juga menuntut ganti rugi Rp 1 triliun kepada lembaga antirasua itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.