Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Perpres Tunjangan Mobil Pejabat, Seskab Akui Lalai

Kompas.com - 06/04/2015, 22:18 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengaku lalai dalam penerbitan peraturan presiden terkait usulan kenaikan uang muka mobil bagi pejabat negara. Menurut Andi, dia tidak memberikan pertimbangan kepada Presiden Joko Widodo soal momentum dikeluarkannya peraturan presiden tersebut. (Baca: Mensesneg: Presiden Jokowi Cabut Perpres Uang Muka Mobil Pejabat)

"Jadi pengawalannya dari Seskab sendiri sudah dilakukan, hanya saja memang kami lalai secara substansif untuk mengatakan ke Presiden bahwa secara timing mungkin tidak tepat karena dinamika ekonomi yang terjadi," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/4/2015).

Andi mengatakan, setelah permintaan yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menaikkan uang muka mobil diterima dan dikaji, ada jeda yang cukup lama untuk tahap finalisasi. Menurut Andi, tahap finalisasi baru dilakukan pada bulan Februari hingga akhirnya ditandatangani Presiden Jokowi pada bulan Maret.

"Kami sudah melaporkan ke Presiden kronologinya, dan arahan Presiden hari ini, untuk mencabut perpres, segera dilaksanakan," kata Andi.

Proses pencabutan akan dilakukan dengan menerbitkan peraturan presiden baru untuk mencabut Perpres Nomor 39/2015. Dengan dibatalkannya Perpres Nomor 39/2015, Andi menyatakan bahwa penetapan besaran dana uang muka mobil pejabat negara akan kembali menggunakan peraturan lama pada tahun 2010, yakni Rp 116 juta.

Lebih ketat

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 dinilai menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk berhati-hati dalam meloloskan sebuah aturan perundangan. Andi mengakui, Setkab akan memperbaiki proses finalisasi yang dilakukan. Dengan demikian, saat aturan perundangan diserahkan ke tangan Presiden, tidak ada lagi kesalahan ataupun potensi kegaduhan yang terjadi.

Selain itu, dia mengatakan, Setkab juga akan memperkuat catatan tambahan untuk seluruh aturan perundangan.

"Dari undang-undang sampai keppres, inpres, itu dikawal lebih baik, lebih ketat. Hal-hal yang sifatnya dinilai sensitif karena berkaitan, bisa langsung kebutuhan rakyat banyak atau terkait dinamika politik tertentu, akan dilakukan pengetatan proses pengambilan dan penetapan kebijakannya supaya tidak ada langkah yang salah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com