Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Pemblokiran Situs Terkesan Asal "Main Sikat"

Kompas.com - 01/04/2015, 14:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie berpendapat, seharusnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tidak menelan mentah-mentah informasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam melakukan pemblokiran situs.

Saat ini, sebut dia, pemerintah terkesan "main sikat" dulu tanpa melakukan kajian terlebih dulu.

"Seakan-akan ada kesan asal 'sikat' dulu, urusan belakangan. Seperti memberlakukan beban pembuktian terbalik. 'Sikat' dulu, sampai yang bersangkutan membuktikan bahwa dia tidak salah," kata Jimly di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/4/2015).

Jimly mengatakan, sebaiknya rekomendasi BNPT tidak diterima begitu saja oleh Kemenkominfo. Seharusnya, kata dia, perlu ada tim verifikasi yang mengkaji muatan radikalisme itu. (Baca: Polri: Situs yang Diblokir Mengandung Provokasi)

"Kalau BNPT, dia kan mau maksimum mintanya. Mintanya 100, tetapi menteri bisa beri pertimbangan. Dari permintaan 100, dikasih 75. Nah, ini kesannya tidak ada klarifikasi dan penyaringan," ucap Jimly.

Menurut dia, apabila dibiarkan, cara seperti ini akan mengganggu prinsip kebebasan pers. (Baca: AJI: Pemblokiran Situs Ancam Kebebasan Berpendapat)

"Nanti bisa saja pemerintah lakukan tindakan yang sama. Diberedel dulu, baru urusan belakangan," kata Jimly.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya meminta Kemenkominfo untuk tidak sembarangan memblokir situs meskipun diminta BNPT. Menurut Kalla, Kemenkominfo perlu mengecek terlebih dahulu apakah benar situs yang diminta diblokir tersebut mengandung konten radikalisme. (Baca: Wapres: Saya Minta Periksa Konten Situs, Jangan Asal Blokir!)

"Jadi, saya suruh periksa kontennya, apa benar atau tidak. Jangan asal memblokir," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (31/3/2015). (Baca: Perwakilan Situs yang Diblokir Mengadu ke DPR)

Kemenkominfo telah memblokir 22 situs yang dianggap menyebarkan paham radikalisme. Pemblokiran dilakukan atas permintaan BNPT. Pemblokiran itu sebagai upaya untuk meredam paham radikalisme yang menjadi bibit tumbuhnya kepercayaan akan paham Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). BNPT menuding penyebaran paham ISIS paling banyak dilakukan melalui internet.

Adapun ke-22 situs yang diblokir adalah arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.comthoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, shoutussalam.com, azzammedia.com, dan indonesiasupportislamicatate.blogspot.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com