Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AJI: Pemblokiran Situs Ancam Kebebasan Berpendapat

Kompas.com - 01/04/2015, 05:08 WIB

KOMPAS.com
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mempertanyakan prosedur pemblokiran 22 situs yang diajukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan alasan menyebarkan paham radikal.  AJI menilai, pemblokiran  tanpa dasar hukum dan proses hukum yang jelas, transparan dan bertanggung jawab akan berdampak buruk bagi kebebasan berpendapat.
 
Dalam pernyataan pers yang diterima, AJI menyatakan, prosedur pemblokiran tersebut berpotensi memberangus kebebasan berpendapat warga negara yang merupakan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28F Undang-undang Dasar 1945.

Meski begitu, AJI berpendapat, konten yang disampaikan dalam beberapa situs tersebut menentang pluralisme, menyerang keyakinan tertentu, atau menyebarluaskan kebencian, namun mekanisme untuk memberangus mereka harus melalui prosedur hukum yang sah dan konstitusional.
 
"Pemberangusan hak warga negara dalam sebuah negara hukum hanya bisa ditentukan oleh undang-undang atau melalui putusan pengadilan. Dalam hal pemblokiran 22 situs ini, salah satu dari dua prosedur ini tidak terpenuhi," tulis pernyataan pers tersebut.
 
AJI juga menyatakan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak ada menyebut secara eksplisit mengenai pemblokiran sebuah situs. Selai itu, dalam UU ITE tidak mengatur ada kewenangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir sebuah situs. Meskipun ada peraturan menteri yang mengatur soal pemblokiran, AJI menilai itu sebuah abuse of power. AJI mendukung langkah beberapa organisasi sipil yang sudah mengajukan judicial review peraturan tersebut ke Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
 
Sementara, sejauh ini juga tidak ada putusan pengadilan yang memutuskan untuk menutup akses 22 situs tersebut. Oleh karena itu, jelas, tindakan pemerintah menutup akses 22 situs tersebut melawan hukum dan memberangus hak warga negara untuk berpendapat.
 
AJI menyatakan, untuk menghindari mudarat lebih jauh dari situs-situs itu, pemerintah bisa meminta penetapan pengadilan untuk menutup akses situs tersebut dalam rangka penyelidikan atau penyidikan peristiwa pidana termasuk terorisme. Namun pemblokiran  berdasarkan penetapan pengadilan ini bersifat sementara, sampai ada putusan pengadilan untuk memblokir secara permanen.

AJI juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk memasukkan klausul pemblokiran dalam revisi UU ITE yang masuk Program Legislasi Nasional 2015 ini yang mana pemblokiran dilakukan sebuah badan atau komisi independen.
 
Komisi Independen Internet ini bisa dipilih oleh parlemen seperti dalam hal pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia atau dipilih oleh stakeholder Internet seperti dalam hal pemilihan Dewan Pers oleh para stakeholder pers. Tugas komisi ini nanti juga mengurusi perihal penapisan, pencabutan konten tertentu, atau mengadili sengketa Internet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com