Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Remisi untuk Koruptor dan Nasib Nenek Asyani...

Kompas.com - 19/03/2015, 08:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Setelah lima bulan menjabat Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly menggulirkan wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang dinilainya diskriminatif terhadap para pelaku kejahatan korupsi, narkotika, dan terorisme. PP itu mengatur pemberian remisi.

Menurut dia, hak pelaku kejahatan luar biasa tersebut untuk memperoleh remisi tidak boleh dibedakan dengan pelaku kejahatan biasa. (Baca: Remisi untuk Koruptor Jangan Disamakan dengan Maling Ayam)

"Ini menjadi sangat diskriminatif. Ada orang yang diberikan remisi, ada yang ditahan. Padahal, prinsip dasar pemberian remisi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 itu hak. Jadi, napi punya hak remisi, punya hak pembebasan bersyarat, punya hak pendidikan untuk mendapat pelayanan. Hak itu ada," ujar Yasonna.

PP No 99 Tahun 2012 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mengatur syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) untuk terpidana korupsi, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transnasional yang terorganisasi. (Baca: Busyro: Koruptor Pantas Dapat Diskriminasi)

Dalam PP tersebut, dinyatakan bahwa narapidana korupsi dapat diberikan remisi dengan syarat turut membantu penegak hukum untuk membongkar kejahatannya (whistle blower) dan telah membayar lunas uang pengganti serta denda sesuai dengan perintah pengadilan.

Wacana yang digulirkan Yasonna adalah mengubah persyaratan pemberian remisi untuk terpidana koruptor. Ia juga menyoroti aturan pemberian remisi bagi koruptor harus memperoleh persetujuan KPK atau kejaksaan sebagai pihak penyidik dan penuntut.

Koruptor memang harus didiskriminasi

Pernyataan tersebut menuai kecaman keras dari sejumlah pihak. Bahkan, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai, koruptor memang harus didiskriminasi.

"Fakta menunjukkan terdapatnya jenis kejahatan, misalnya terorisme dan korupsi. Untuk kejahatan ini, justru perlu didiskriminasi sebagai bentuk diskriminasi positif," kata Busyro.

Menurut Busyro, pemidanaan bagi pelaku korupsi adalah hal yang wajar. Ia pun mempertanyakan komitmen pemerintah yang ingin memberantas korupsi, tetapi justru mengobral remisi.

"Dari teori pemidanaan, diskriminasi adalah wajar. Maka, aneh jika pemerintah berkomitmen memberantas korupsi tetapi tetap permisif dalam mengobral remisi untuk koruptor sebagai penjahat besar," kata Busyro.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar menilai, pemerintah terlalu mengistimewakan koruptor jika merevisi PP tersebut. Menurut dia, pengetatan pemberian remisi yang diatur dalam PP tersebut telah menguntungkan koruptor. (Baca: Memiskinkan Koruptor Lebih Baik daripada Perketat Remisi)

"PP 99 sudah menguntungkan koruptor. Kalau mau revisi untuk apa? Kalau untuk memudahkan koruptor dapat remisi, ini namanya kejahatan berkedok hukum," kata Haris.

Menurut Haris, pelaku kejahatan korupsi sudah cukup mendapatkan keistimewaan dengan mendapatkan kamar yang layak, air bersih, dan menerima kunjungan keluarga.

Haris mengatakan, korupsi termasuk kejahatan luar biasa yang penanganan hukumnya juga harus luar biasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com