MAGELANG, KOMPAS.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqqodas, menentang rencana pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi. Wacana ini muncul saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly ingin melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan remisi terhadap narapidana kejahatan khusus, termasuk koruptor.
Busyro menilai koruptor sewajarnya diberi diskriminasi, bukan remisi.
"Kejahatan-kejahatan khusus seperti kasus narkoba, terorisme, dan korupsi justru perlu dilakukan penyikatan yang diskriminatif, dalam arti positif. Jadi kalau disamakan (dengan kejahatan umum) justru negatif. Sehingga nalar hukum menteri ini lemah," kata Busyro seusai mengisi seminar Ideopolitor dan Diskusi Jelang Muktamar di Gedung Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM), Kabupaten Magelang, Rabu (18/3/2015) sore.
Mantan Ketua KY itu menyayangkan sikap Menteri Hukum dan Ham yang justru tidak menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi. Padahal, kata Busyro, korupsi merupakan kejahatan yang pelan-pelan telah membunuh rakyat sejak puluhan tahun silam.
"Rakyat Indonesia sudah dibunuh pelan-pelan oleh para koruptor, tetapi menteri ini justru tidak menunjukkan kepekaan terhadap rakyat. Menteri apaan ini," ucap Busyro yang merupakan doktor ilmu hukum itu.
Busyro mengaku belum optimis dengan komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memberantas korupsi. Busyro justru melihat masih ada upaya-upaya pelemahan terhadap fungsi lembaga pemberantas korupsi, hingga adanya revisi undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
"Saya belum optimis, kecuali Presiden Jokowi menepati janji-janjinya ketika kampanye yang ingin menguatkan KPK," ujar Busyro.
Meski bukan lagi bagian KPK, dirinya menyatakan tekad akan melakukan perlawanan dengan merangkul berbagai elemen masyarakat, seperti kalangan kampus. Kecuali, kata Busyro, Presiden Jokowi bersedia mengundang KPK untuk berdiskusi dan menerima masukan KPK.
"Sudah 10 tahun lebih KPK akan dilemahkan dengan berbagai cara, termasuk dengan merevisi Undang-Undang KPK. Jika hal itu terjadi pada pemerintahan Jokowi, maka rakyat akan membuat perlawanan yang beradab," ucap Busyro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.