Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inikah Akhir Cerita KPK...

Kompas.com - 05/03/2015, 15:01 WIB


Oleh Tri Agung Kristanto

JAKARTA, KOMPAS - "Kami, KPK, terima kalah, tetapi tidak berarti harus menyerah. Masih banyak kasus di tangan kami, masih ada 36 kasus yang harus diselesaikan."

Itulah pernyataan yang disampaikan Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki saat jumpa pers bersama pimpinan KPK lainnya di Jakarta, Senin (2/3/2015). Turut hadir dalam jumpa pers itu, Jaksa Agung HM Prasetyo, Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (Kompas, 3/3).

Pernyataan Ruki itu menyentak. KPK kalah? Hari Senin pula, pernyataan Ketua KPK periode 2003-2007-yang diminta kembali memimpin KPK oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah lembaga anti rasuah tersebut mengalami kekosongan jabatan tiga pimpinannya-itu menimbulkan reaksi di media sosial dan masyarakat. Pernyataan terkait pelimpahan penanganan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung itu langsung menimbulkan sikap pro dan kontra. Aktivis anti korupsi yang selama ini giat mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh KPK umumnya tak dapat menerima langkah pimpinan KPK tersebut.

Reaksi keras datang dari sebagian besar karyawan KPK dengan menggelar unjuk rasa, yang juga dihadiri oleh Ruki dan Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Karyawan KPK pun menolak pelimpahan perkara Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Pimpinan KPK diminta mengajukan upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan praperadilan dari hakim tunggal Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang menyatakan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan oleh KPK adalah tidak sah. Pimpinan KPK pun diminta menjelaskan secara terbuka tentang strategi pemberantasan korupsinya. Pimpinan KPK saat ini, termasuk tiga pelaksana tugas, bertugas hingga Desember mendatang.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain pun mengakui, pelimpahan perkara Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung bukan hanya kekalahan KPK, melainkan juga kekalahan semua pihak. Budi Gunawan, calon kepala Polri yang akhirnya dibatalkan oleh Presiden Jokowi, dinyatakan oleh KPK sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi, yang merupakan bagian dari korupsi.

Namun, penetapan tersangka itu dibatalkan oleh hakim Sarpin pada Februari lalu. KPK dinilai tak tepat melaksanakan kewenangannya. Budi Gunawan disebut bukan penegak hukum dan bukan penyelenggara negara yang dapat dikenai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Pelemahan KPK

Sejak KPK menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka, kala itu diumumkan oleh Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada 13 Januari 2015, gelombang reaksi yang dianggap sebagai upaya pelemahan terhadap KPK terus bergulung.

Bambang ditangkap, walau kemudian dibebaskan, terkait dugaan merekayasa keterangan palsu terkait perkara sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010. Abraham ditetapkan sebagai tersangka untuk pemalsuan dokumen terkait kependudukan Feriyani Lim tahun 2007. Abraham juga dibidik terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, terutama Pasal 36, sebab melakukan pertemuan dengan tersangka atau pihak lain yang diduga langsung atau tidak langsung terkait kasus korupsi.

Dengan dua pimpinan KPK sebagai tersangka, serta Busyro Muqoddas sudah berakhir masa tugasnya, pimpinan KPK pun tinggal dua orang, yakni Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja. Keduanya pun dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri oleh sejumlah pihak. Seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009, saat pimpinan KPK tinggal dua orang, Presiden Jokowi juga mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK dengan tiga pelaksana tugas. Bedanya, Yudhoyono saat itu menegaskan, perkara yang diduga melibatkan pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah tak perlu dilanjutkan ke pengadilan (Kompas, 23/11/2009).

Bahkan, sewaktu penyidik KPK Novel Baswedan ditersangkakan oleh kepolisian pada 2012, Yudhoyono kembali "membela" KPK, dengan menyatakan penanganan kasus itu tidak tepat. Saat ini, Novel pun kembali dibidik kepolisian terkait kasus dugaan penganiayaan saat bertugas di Polres Bengkulu pada 2004. Namun, sampai hari ini, Presiden Jokowi hanya meminta KPK dan Polri harus menjalankan hukum sesuai aturan sehingga tidak menimbulkan gesekan (Kompas, 23/1). Bambang dan Abraham pun dinonaktifkan, tanpa berbicara tentang perkara yang saat ini ditangani kepolisian yang dipersepsikan oleh berbagai kalangan sebagai upaya pelemahan terhadap KPK.

Justru setelah KPK melimpahkan kasus Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung dan kemungkinan dilimpahkan ke Polri kembali, Badrodin Haiti memastikan penyelidikan kasus Zulkarnain terkait dugaan penerimaan suap saat masih menjadi jaksa di Jawa Timur tahun 2008 ataupun kasus Adnan terkait dugaan pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham ditunda (Kompas, 4/3). Kenyataan ini membuka penafsiran, penundaan perkara dua pimpinan KPK itu dibarter dengan penyerahan KPK dalam kasus Budi Gunawan.

Tentu penafsiran itu belum tentu benar. Namun, dengan sikap pimpinan KPK yang mengaku kalah, posisi KPK pun dirasakan kian melemah di hadapan penegak hukum yang lain, terutama Polri. Padahal, saat ini Komisi Yudisial (KY) dan MA tengah menyelidiki dugaan penyimpangan hukum yang dilakukan hakim Sarpin saat memutuskan gugatan praperadilan Budi Gunawan. Sikap KPK menyerahkan kasus Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung pun tidak sejalan, bahkan bisa diartikan melawan UU No 30/2002.

Sesuai UU No 30/2002, KPK dibentuk sebagai jawaban dari rendahnya kepercayaan rakyat kepada kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi. KPK pun berwenang mengambil alih penanganan kasus korupsi yang ditangani kepolisian atau kejaksaan serta mengoordinasikan penanganan kasus korupsi. Tidak ada kewenangan atau tanggung jawab KPK untuk melimpahkan perkara korupsi yang sedang ditanganinya. KPK bisa melimpahkan perkara ke kejaksaan atau Polri jika perkara itu nyata-nyata bukan tidak pidana korupsi atau terkait tindak pidana korupsi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com