Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Presiden Soal Pengajuan Badrodin sebagai Calon Kapolri Dipertanyakan

Kompas.com - 21/02/2015, 12:49 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengkritik surat yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR tentang pengajuan Komisaris Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebagai calon Kepala Kepolisian RI. Badrodin menggantikan calon sebelumnya, Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan yang batal dilantik walau penunjukkannya telah disetujui DPR.

Ketika nama Budi Gunawan sudah diajukan Presiden ke DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi tersangka kasus korupsi. Dengan status sebagai tersangka korupsi, DPR tetap meloloskan Budi. Ia lalu mempersoalkan status tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan gugatannya dikabulkan. Namun, dia tetap saja tidak dilantik Presiden.

Menurut Bambang, surat yang disampaikan Presiden ke Komisi III belum menjelaskan alasan penunjukan Badrodin untuk menggantikan Budi Gunawan. "Kami hanya terima surat yang isinya lucu, dua lembar, salah satunya biodata Badrodin padahal dalam undang-undang kolisian harus dengan alasan yang jelas," kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (21/2/2015).

Dalam surat tersebut, kata dia, Presiden hanya menjelaskan alasan penggantian Budi dengan Badrodin karena status Budi sebagai tersangka saat diajukan ke DPR. 

Menurut Bambang, saat ini status Budi Gunawan bukan lagi tersangka. Hakim praperadilan telah menyatakan penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah. "Padahal kita tahu sudah tidak tersangka lagi, Budi Gunawan orang merdeka, sudah diputuskan praperadilan," tambah Bambang.

Komisi III DPR akan membahas surat Presiden itu setelah masa reses berakhir, yakni dalam  pembukaan sidang DPR pada 23 Maret mendatang. Tentang kemungkinan Komisi III DPR menolak atau menerima pencalonan Badrodin, Bambang mengatakan bahwa hal itu tergantung perkembangan politik dalam dua hingga tiga minggu ke depan.

"Harapan saya DPR bisa menerima. Kalau pun tidak, ini akan menjadi polemik karena pertanyaan DPR apa alasan Presiden," kata Bambang.

Dalam diskusi yang sama, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai DPR seharusnya mempertanyakan surat Presiden yang dikirimkan ketika mengajukan Budi sebagai Kapolri. Menurut Emerson, surat pencalonan Budi tersebut juga tidak sesuai karena tanpa menjelaskan alasan Presiden memberhentikan Jenderal (Pol) Sutarman dan menggantinya dengan Budi padahal Sutarman baru akan pensiun Oktober mendatang.

"Sepanjang proses itu tidak jelas, dikesampiingkan, dan tidak melalui pertimbangan KPK, PPATK, maka orang akan menduga jangan-jangan pihak di belakang Jokowi mendorong Budi Gunawan jadi Kapolri sebagai politik balas budi," tutur Emerson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com