Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Praperadilan Budi Gunawan Versus KPK Hadirkan Saksi Ahli

Kompas.com - 11/02/2015, 08:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang praperadilan lanjutan antara calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar pada Rabu (11/2/2015). Sidang digelar di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Prof. Oemar Seno Adji pada pukul 09.00 WIB.

Sidang dengan nomor perkara 04/pid/prap/ 2015/PN Jakarta Selatan itu mengagendakan pembuktian dalil praperadilan pihak Budi. Hakim praperadilan Sarpin Rizaldi memberikan waktu dua hari, Selasa (10/2/2015) dan Rabu, untuk membeberkan bukti-bukti gugatan praperadilan.

Pembuktian pihak KPK baru akan digelar pada sidang hari Kamis (12/2/2015) dan Jumat (13/2/2015) mendatang. Salah seorang anggota tim kuasa hukum Budi Gunawan Frederich Yunadi menyebut bahwa dalam sidang hari ini pihaknya menghadirkan sejumlah saksi ahli.

"Ada saksi dari pakar hukum tata negara, ada pakar hukum pidana. Semuanya guru besar di sejumlah universitas. Nanti juga kalian tahu siapa-siapanya," ujar Frederich, saat dihubungi, Rabu pagi.

Frederich menegaskan, semua saksi baik saksi fakta ataupun saksi ahli yang dihadirkannya akan menunjukkan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK adalah rekayasa. Oleh karena itu, status tersangka Budi harus dicabut secepat mungkin dan dipulihkan nama baiknya.

73 dokumen dan rekaman mimik wajah

Dalam sidang pembuktian yang pertama, kubu Budi menghadirkan 73 bukti dan empat orang saksi. Sebanyak 73 bukti itu meliputi kliping koran dan salinan berita situs berita online, rekaman video berita, undang-undang, surat penetapan, keputusan presiden, keputusan pengadilan dan keputusan pengadilan.

Pihak BG sempat menunjukan rekaman video berita TVOne soal penetapan kliennya sebagai tersangka KPK pada 13 Januari 2015 lalu. Frederich ingin menunjukkan mimik wajah pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang terkesan mengejek kliennya. Hal itu disebut pihak BG salah satu tanda bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka adalah rekayasa.

"Bahwa mereka (pimpinan KPK) memberikan keterangan seolah-olah mengejek, lihat saja itu mimik mukanya mengejek. Mereka itu kan pejabat negara, seharusnya enggak boleh gitu," ujar dia.

Namun, ketika pihak Budi memutarkan video rekaman itu, hakim Sarpin sempat menanyakan mengapa video itu tidak mengeluarkan suara. Kuasa hukum Budi Maqdir Ismail tidak menjawab pertanyaan hakim. Ia meminta menunda menunjukkan bukti hingga sidang hari ini.

Mantan penyidik hingga bekas timses

Selain menunjukkan rekaman video berita di TVOne, empat saksi dihadirkan dalam sidang kemarin. Empat saksi itu, yakni dua mantan penyidik KPK AKBP Irsan dan AKBP Hendi F. Kurniawan, penyidik TPPU Bareskrim Polri Kombes Budi Wibowo dan bekas tim sukses Jokowi-JK Hasto Kristianto.

Dari saksi Irsan dan Hendi, kubu BG mengorek informasi terkait bagaimana seseorang dapat ditetapkan menjadi tersangka. Irsan menyebut bahwa selama menjadi penyidik KPK dari 2005 hingga 2009, status tersangka untuk seseorang dapat muncul setelah penyidik dan penyelidik melakukan serangkaian penyelidikan serta penyidikan terkait dugaan tindak pidana. Namun, saksi Hendi menyebutkan bahwa KPK pernah menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa disertai alat bukti yang cukup pada Oktober 2012.

Menurut dia, tim penyidik diperintahkan pimpinan KPK saat itu segera menetapkan seseorang sebagai tersangka meski pun belum memiliki cukup bukti. Desakan itulah yang membuat Hendi mengajukan pengunduran diri demi kredibilitasnya sebagai penyidik.

Saksi ketiga, Budi Wibowo memberikan informasi perihal rekening tak wajar yang sempat menjerat Budi Gunawan. Dia menyebutkan, setelah muncul berita Budi GUnawan menjadi tersangka, Budi Wibowo mengecek laporan klarifikasi atas Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK BG tahun 2005 hingga 2008. Sebab, media menyebutkan BG dijerat kasus rekening tak wajar berdasarkan LHA PPATK. Namun, Budi tak menemukan laporan klarifikasi asli di lemari penyimpanan. Dia hanya menemukan salinannya saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com