SORONG, KOMPAS - Eksekusi atas terpidana kasus pencucian uang, penimbunan minyak, dan pembalakan liar, Labora Sitorus, semakin tidak jelas. Kepala Kejaksaan Negeri Sorong Damrah Muin, Senin (9/2/2015), mengatakan masih akan mempelajari surat yang disampaikan Labora Sitorus.
Surat yang dimaksud Damrah adalah surat yang diserahkan Fredy Fakdawer, juru bicara Labora, yang memimpin unjuk rasa di Sorong, Senin. Kasus yang menjerat Labora diklaim penuh rekayasa. Surat itu juga berisi ancaman, jika eksekusi dilakukan, akan jatuh korban.
Menurut Damrah, kejaksaan telah mengetahui keberadaan Labora dan berkali-kali memintanya menyerahkan diri. Namun, persuasi selalu gagal dan Labora selalu mengklaim diri tidak bersalah. Kondisi ini menyebabkan eksekusi tertunda hingga berbulan-bulan. Bahkan, Kejaksaan Negeri Sorong belum bisa memastikan kapan eksekusi akan dilakukan.
Namun, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Herman Lose da Silva menyatakan, persuasi dalam eksekusi penahanan Labora tidak akan lama. Tim Kejaksaan Agung segera tiba di Jayapura guna membahas perampasan aset anggota Polres Raja Ampat itu.
Mantan Kepala Kejati Papua Eliezer Maruli Hutagalung membantah adanya rekayasa kasus Labora. "Jika berita acara pemeriksaan tidak ada, mana mungkin persidangan bisa terlaksana, hingga Mahkamah Agung mengeluarkan putusan atas Sitorus," ujarnya.
Eliezer mengatakan melibatkan petugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, penyidik Polri, serta anggota Polda Papua dalam ekspose kasus itu.
Labora meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Sorong sejak mengajukan izin berobat, Maret 2014. Setelah itu, ia tidak kembali lagi, hingga muncul surat bebas demi hukum yang ditandatangani Pelaksana Harian Kepala LP Sorong Isaak Wanggai.
Senin siang, sekitar 1.000 orang gabungan pekerja PT Rotua dan warga sekitar perusahaan itu berunjuk rasa. Menggunakan sepeda motor dan truk serta membawa sebuah ekskavator, mereka menuju kantor Kejari Sorong dan DPRD Kota Sorong. PT Rotua adalah perusahaan pengolahan kayu milik Labora.
Namun, sebelum memasuki Sorong, polisi dan tentara menghentikan rombongan itu di depan kantor Distrik Sorong Barat. Dalam aksi dua jam itu, Fredy Fakdawer menyampaikan tujuh tuntutan. Salah satunya, meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim independen guna menginvestigasi rekayasa dan permainan di balik kasus Labora.
"Dengan adanya tim itu, segala permainan penyidik akan terungkap. Salah satunya, penyalahgunaan biaya hasil lelang 2.056 meter kubik kayu mencapai Rp 18,2 miliar," ujarnya. (JOS/FLO)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.